Selalu Ada Harapan Esok Pagi

SELAMAT DATANG
DI BLOG KULO

Search

Salam

Sejarah selalu terkendala oleh ruang dan waktu. Masa lalu, bisa ditilik dengan terang benderang di masa kini. Masa depan, hanya diperkirakan tapi tak bisa dipastikan.

Masa lalu, selalu ada distorsi. Sebabnya, tafsir mengambil tempatnya sendiri-sendiri. Karenanya, satu-satunya jalan agar sejarah masa kini tak membelot di masa depan, adalah dengan cara mendokumentasikannya.

Masa kini, di masa depan akan menjadi masa lalu. Dus, rekamlah sejarah yang sedang kau alami sekarang. Sekecil apapun, di masa depan akan sangat berharga. Kita tak pernah tahu, di masa depan yang sekarang kita sebut sebagai kertas atau pulpen, masih disebut sebagai kertas atau pulpen atau tidak. Atau bisa jadi bernama sama, tapi berbeda bentuk.

Mari, sodara-sodara, rekamlah sejarah yang sedang kau jalani.

Salam


Jumat, 16 Mei 2008

Rumah susun

Seribu Menara Buat si Kecil

Pemerintah berencana membangun seribu tower rumah susun untuk kalangan menengah bawah perkotaan. Harga tak terjangkau.

ANGAN-angan Chairul Hadi buyar seketika. Lelaki 51 tahun itu langsung mengubur mimpinya punya rumah susun di kawasan Pulogebang, Jakarta Timur, ketika tahu cicilan pembelian bangunan itu mencapai Rp 1 juta per bulan selama 15 tahun. “Berat, Mas,” katanya kepada Tempo, pekan lalu. Maklum, penghasilan karyawan perusahaan swasta ini cuma Rp 2 juta sebulan.

Pembangunan rusun Pulogebang merupakan bagian rencana besar pemerintah membangun seribu menara rusun untuk kelas menengah bawah dalam lima tahun mendatang. Program ini ditegakkan lewat Keputusan Presiden No. 22/2006, pada 9 Desember lalu. Di situ disebutkan, setiap kota berpenduduk minimal 1,5 juta jiwa wajib membangun rusun.

Hunian vertikal dipilih lantaran ketersediaan lahan, terutama di perkotaan, makin terbatas. Padahal, kebutuhan hunian meningkat dari tahun ke tahun. Kekurangan pasokan sampai saat ini, kata Menteri Negara Perumahan Rakyat, Yusuf Asy'ari, mencapai enam juta unit.

Per tahunnya permintaan rumah tangga baru sebanyak 800 ribu unit. Sedangkan kemampuan penyediaan rumah hanya 100-150 ribu setahun. “Jadi, setiap tahun selalu ada tumpukan permintaan,” kata Yusuf.

Di perkotaan, pembangunan rusun dinilai sebagai solusi yang paling mungkin ditempuh pemerintah. Selain irit lahan, hunian ini bisa dibangun di tengah kota, sehingga kaum pekerja bisa lebih menghemat ongkos menuju tempat kerjanya.

Untuk itu, Pulogebang ditunjuk sebagai proyek percontohan rusun bersama sejumlah lokasi lainnya di Jabodetabek, seperti Pulogadung, Marunda, Kali Malang, dan kawasan industri Jababeka, Cikarang. “Pulogebang paling siap,” kata Yusuf.

Bertempat di tanah milik Perumnas, rusun ini sudah siap dibangun, meski sebagian lahannya masih berupa sawah. Lokasinya sekitar satu kilometer dari kantor wali kota Jakarta Timur.

Semula program seribu tower dicanangkan di area milik Departemen Pertahanan di Berlan, Jakarta Timur, dan lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Manggarai, Jakarta Selatan. Tapi batal. “Pihak Departemen Pertahanan minta kawasan Berlan ditunda,” kata Menteri Yusuf. Alasannya, “Masih perlu dilakukan sosialisasi.”

Adapun PT KAI sudah memiliki program sendiri. “Mereka akan membangun Menteng Railway Business City di sana,” kata Asisten Deputi Menteri Perumahan Rakyat Bidang Formal, Paul Marpaung. Karena itulah, Pulogebang yang dipilih untuk pencanangan program ini, Januari mendatang.

Kelak, di lahan 7,2 hektare itu bakal dibangun dua tower setinggi 20 lantai. Tiap lantai meliputi 30 unit, dengan masing-masing unit seluas 30-36 meter persegi. Total per tower mencapai 600 unit. Pondasi bangunannya terbuat dari beton, berdinding batako. Di dalamnya terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan satu ruang tamu.

Persoalannya, biaya pembangunan hunian jangkung itu ternyata cukup mahal. Untuk satu tower dengan 100 unit saja, butuh biaya Rp 60 miliar, atau Rp 60 juta per unit. Itu pun belum menghitung biaya pajak, perizinan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), serta biaya tetek bengek lainnya.

Karena itulah, kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia, Lukman Purnomosidi, program rusun yang semula ditujukan untuk karyawan berpenghasilan Rp 1,5-3 juta, seperti Chairul Hadi, diubah targetnya menjadi untuk kalangan pekerja berpenghasilan Rp 2,5- 4 juta.

Agar tak rugi, harga jual pun dipatok Rp 100-150 juta per unit. Dengan patokan itu, cicilan pembelian mencapai Rp 1 juta per bulan untuk jangka waktu 15 tahun. Pengembang, kata Lukman, bisa saja menurunkan harga jual asalkan dapat insentif dari pemerintah. “Antara lain pembebasan pajak dan BPHTB,” ujarnya.

Persoalan lain yang harus dijawab pemerintah adalah ketersediaan lahan. Sebab, lahan-lahan kosong di Jakarta kebanyakan sudah ada pemiliknya. Kalau pun dimiliki BUMN, tak semuanya bisa dialokasikan untuk program seribu tower. Contohnya, ya PT KAI tadi. “Seharusnya memang ada koordinasi yang baik antarlembaga pemerintah,” kata Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch. Danto

Majalah TEMPO, Edisi 25 Desember 2006

0 komentar:

Copyright 2009 | Bunga Padang Ilalang Theme by Cah Kangkung | supported by Blogger