Selalu Ada Harapan Esok Pagi

SELAMAT DATANG
DI BLOG KULO

Search

Salam

Sejarah selalu terkendala oleh ruang dan waktu. Masa lalu, bisa ditilik dengan terang benderang di masa kini. Masa depan, hanya diperkirakan tapi tak bisa dipastikan.

Masa lalu, selalu ada distorsi. Sebabnya, tafsir mengambil tempatnya sendiri-sendiri. Karenanya, satu-satunya jalan agar sejarah masa kini tak membelot di masa depan, adalah dengan cara mendokumentasikannya.

Masa kini, di masa depan akan menjadi masa lalu. Dus, rekamlah sejarah yang sedang kau alami sekarang. Sekecil apapun, di masa depan akan sangat berharga. Kita tak pernah tahu, di masa depan yang sekarang kita sebut sebagai kertas atau pulpen, masih disebut sebagai kertas atau pulpen atau tidak. Atau bisa jadi bernama sama, tapi berbeda bentuk.

Mari, sodara-sodara, rekamlah sejarah yang sedang kau jalani.

Salam


Jumat, 16 Mei 2008

Jika Petani Kurang Vitamin

Hasil panen cengkih tahun lalu terendah dalam 26 tahun terakhir. Pengusaha rokok kecil sudah merasakan dampaknya.SUDAH dua pekan terakhir ini Muhammad Ikhsan, produsen rokok kretek rumahan di kawasan Malang, Jawa Timur, resah gelisah. Harga cengkih, satu di antara bahan baku utama usahanya, perlahan merambat naik. Pada awal tahun, harga per kilogram di tingkat pedagang masih Rp 30-40 ribu. Pekan lalu sudah Rp 56 ribu.

“Kecenderungannya akan terus naik,” kata Ikhsan kepada Tempo, Kamis pekan lalu. “Puyeng saya, Mas,” Abdul Hamid, pengusaha rokok rumahan lainnya, menimpali. Itulah kini yang dirasakan para pengusaha pabrikan rokok kecil --dengan produksi di bawah 6 juta batang per tahun.

Bermula dari anjloknya hasil panen cengkih tahun lalu secara merata di beberapa daerah sentra cengkih, seperti Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Manado, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Tengah, Ambon, dan Sumatera Barat. Dari 431,1 ribu hektare lahan total di Indonesia, menurut catatan Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, hasil panen hanya 28,4 ribu ton, seperempat hasil tahun 2005, atau rekor terendah dalam 26 tahun terakhir. “Dalam beberapa tahun ke depan, hasil panen tak akan beda jauh,” kata Sujaya Permana, Kepala Sub Direktorat Tanaman Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian.

Dampaknya baru terasa dalam dua pekan terakhir. Tak hanya di Malang, di daerah lain pun harga cengkih menari-nari. Di Sumatera Barat, misalnya, pekan lalu harga cengkih sempat menyentuh Rp 80 ribu per kilogram --tertinggi dalam empat tahun terakhir-- dari harga normal Rp 40 ribu. “Kenaikan harga ini akan terus merembet ke daerah lain,” kata Rizki Muis, Direktur Budidaya Tanaman Rempah dan Penyegar, Departemen Pertanian.

Sujaya menengarai, selain faktor cuaca, anjloknya panen tahun lalu juga akibat keengganan petani merawat tanaman. “Mereka kekurangan vitamin,” katanya. Adapun "kekurangan vitamin" yang dimaksud Sujaya adalah harga jual cengkih yang rendah di tingkat petani, cuma Rp 30 ribu. Untuk menghasilkan satu kilogram cengkih kering, kata Sujaya, butuh biaya perawatan hingga Rp 25 ribu, meliputi pembelian pupuk, pestisida, dan pengairan.

Dengan harga jual Rp 30 ribu di tingkat petani, keuntungan hanya Rp 5 ribu. Jumlah ini tak mencukupi untuk menambal biaya tenaga. “Yang untung pedagang itu,” kata Soetardjo, Ketua Asosiasi Petani Cengkih Indonesia. Di tingkat tengkulak, dalam kondisi normal harganya Rp 40 ribu. Tapi, saat ini harga itu melonjak karena petani sudah tak punya stok cengkih.

"Yang punya stok itu pedagang," kata Soetardjo. Menurut dia, petani akan kembali bergairah jika harga di tingkat mereka ditetapkan minimal Rp 37.500 hingga Rp 45 ribu. Kebutuhan cengkih dari tahun ke tahun terus saja meningkat. Permintaan pabrikan rokok kretek saja, yang pada 2003 masih 77,85 ribu ton, tahun lalu sudah mencapai 94,05 ribu ton. “Pada 2009 diperkirakan kebutuhannya mencapai 120 ribu ton,” kata Sujaya.

Sebaliknya, hasil panen cenderung menurun. Pada 2003, dari total 442,33 ribu hektare lahan di Indonesia bisa dipanen 117,68 ribu ton cengkih kering. Tahun berikutnya hasil panen itu susut menjadi 111,4 ribu ton dari 429,9 ribu hektare lahan, dan hanya naik sedikit pada 2005, menjadi 113,6 ribu ton dari 431,1 ribu hektare lahan. Untuk saat sekarang, memang baru pabrikan rokok seperti Ikhsan dan Abdul Hamid yang terimbas langsung menipisnya persediaan cengkih.

Pabrikan besar masih tenang. "Kami masih memiliki stok 160 ribu ton, cukup untuk satu-dua tahun ke depan," kata Ismanu Soemiran, ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia.Tapi, menyusutnya hasil panen cengkih tak urung mengkhawatirkan pengusaha kelas atas juga. “Saya takut terjadi under supply,” kata Angky Camaro, Managing Director PT HM Sampoerna, satu di antara produsen rokok kretek terbesar di negeri ini. K

arena itu, pemerintah mulai berancang-ancang. "Menjelang akhir bulan ini kami akan bertemu dengan Departemen Perindustrian untuk membahas kekurangan pasokan cengkih ini,” kata Rizki Muis. Danto

Majalah TEMPO, Edisi 22 Januari 2007

0 komentar:

Copyright 2009 | Bunga Padang Ilalang Theme by Cah Kangkung | supported by Blogger