Selalu Ada Harapan Esok Pagi

SELAMAT DATANG
DI BLOG KULO

Search

Salam

Sejarah selalu terkendala oleh ruang dan waktu. Masa lalu, bisa ditilik dengan terang benderang di masa kini. Masa depan, hanya diperkirakan tapi tak bisa dipastikan.

Masa lalu, selalu ada distorsi. Sebabnya, tafsir mengambil tempatnya sendiri-sendiri. Karenanya, satu-satunya jalan agar sejarah masa kini tak membelot di masa depan, adalah dengan cara mendokumentasikannya.

Masa kini, di masa depan akan menjadi masa lalu. Dus, rekamlah sejarah yang sedang kau alami sekarang. Sekecil apapun, di masa depan akan sangat berharga. Kita tak pernah tahu, di masa depan yang sekarang kita sebut sebagai kertas atau pulpen, masih disebut sebagai kertas atau pulpen atau tidak. Atau bisa jadi bernama sama, tapi berbeda bentuk.

Mari, sodara-sodara, rekamlah sejarah yang sedang kau jalani.

Salam


Jumat, 06 Juni 2008

Yang ini Iseng-Iseng Saja

0 komentar


Share

Subprime Mortgage dan Kontradiksi Kapitalisme

Danto

Betapa hebatnya sebuah kekuatan modal, kini. Sistem modal alias kapitalisme ini yang sekarang menjerat kita. Siapa pun, dimana pun, dan kapan pun. Tengok saja, betapa krisis kredit perumahan kelas coro atawa subprime mortgage di Amerika Serikat sono, ikut menjerat petani cilik yang bahkan tak mengerti arti kata saham dan bursa.

Cuma, sejatinya pembahasan soal kapitalisme secara teoritis tetap saja hangat. Pertentangan sistem kapitalisme hingga kini masih jadi bahasan menarik. Terutama karena kita berhubungan langsung dengan sistem modal itu. Tesis Francis Fukuyama soal berakhirnya sejarah manusia (The End of Hostory) masih jadi bahan referensi kajian kapitalisme sampai sekarang. Tak bisa dinafikan, inilah mainstream pemikiran jaman kiwari.

Pasca runtuhnya Uni Soviet, hampir semua pemimpin besar negara-negara di dunia berkiblat pada sistem kapitalisme ini. Semua.

Efek domino krisis kredit kepemilikan rumah (KPR) kelas coro atawa biasa disebut subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) pertengahan tahun lalu, kian kentara kini. Peristiwa ini kian menjelaskan dengan gamblang, betapa kekuatan modal menjebak siapa saja. Kapan pun. Dimana pun.

Gonjang-ganjing jagat investasi dunia makin terasa akibat kredit macet kelas kambing itu. Harga obligasi anjlok, harga saham di lantai bursa pada ngesot. Satu per satu korban berjatuhan. Mulai dari perusahaan pembiayaan, hedge fund, hingga bank.

Di Amerika Serikat sendiri, krisis kredit kelas coro itu juga tak pelak menimpa bank-bank beraset terbesar di sana, yakni Citigroup Inc. dan Merrill Lynch & Co. Aset Citigroup, misalnya, diperkirakan menyusut hingga US$ 16 miliar pada kuartal keempat 2007. Harga saham Citigroup juga longsor hingga US$ 1,43 per saham pada kuartal keempat 2007.

Sejak krisis subprime merebak Agustus 2007 lalu, sejumlah institusi keuangan telah mengumumkan penyusutan dan kerugian yang nilainya sekitar US$ 100 miliar. Itu belum menghitung kerugian total dari seluruh lembaga keuangan.

Bandingkan dengan perhitungan International Monetary Fund (IMF). Menurut IMF, hingga akhir April 2008 lalu, kerugian akibat krisis perumahan kelas kambing tersebut, yang menimpa sejumlah institusi keuangan global, sungguh dahsyat: mencapai US$ 948 miliar. Atau Rp 8.816,400 triliun. Atau hampir sembilan kali lipat total belanja dalam APBN 2008 Indonesia. Hanya dalam setengah tahun, dana super jumbo itu menguap. Wuzzz!!! Wuzzz!!! Wuzzz!!!

Tak hanya perusahaan AS, virus subprime mortgage juga menyebar ke Australia dan Eropa. Beberapa korbannya, sudah jatuh. Sebut saja bank terbesar di Australia, Macquarie Bank, dan sebuah bank terbesar di Prancis, BNP Paribas.

Krisis global sudah membayang. AS diambang resesi. Juga dunia. Mulai dari Inggris, Spanyol, dan Singapura, yang menyumbang 12% bagi ekonomi dunia. Bahkan, China akan ikut menderita karena bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi dunia melambat hingga mendekati 3%, dari 4,7% di tahun 2007 lalu.

Resesi dunia di depan mata. Jepang malah sudah terang-terangan mengalaminya kini. Laporan riset Goldman Sachs Group Inc. yang dirilis akhir Januari 2008 ini menyebut, resesi sudah mulai terasa di Negeri Matahari Terbit itu.

Dalam lima bulan sejak Juni 2007, angka pembangunan rumah baru di Jepang terus melorot. Bloomberg mencatat, pertumbuhan ekspor Jepang dalam tiga bulan hingga akhir Desember 2007, merupakan pertumbuhan terendah sejak 2005. Jelas, menurut Goldman, perlambatan ekonomi Jepang ini merupakan terburuk dalam 40 tahun terakhir.

Kondisi ini akan memaksa bank sentral Jepang menurunkan bunga patokannya yang kini tinggal 0,5% saja. Sebagai catatan, Jepang pernah mengalami resesi ekonomi tiga kali. Resesi pertama berlangsung 32 bulan, yaitu Maret 1991 hingga Oktober 1993. Resesi kedua terjadi 20 bulan, yaitu sejak Maret 1991 hingga Oktober 1993. Adapun resesi ketiga berlangsung 14 bulan sejak Desember 2000.

Ujungnya, ya, itu tadi, pertumbuhan ekonomi dunia melambat hingga mendekati 3%, dari 4,7% di tahun 2007 lalu. "Pada suatu titik, beberapa bentuk resesi ekonomi tak bisa dihindari lagi," kata Alan Greenspan, Mantan bos The Federal Reserve dalam sebuah pidato.

Para ekonom di International Monetary Fund (IMF) membuat patokan bahwa ekonomi dunia akan memasuki masa resesi jika pertumbuhannya melambat hingga tinggal 3% atau kurang. Nah sejak 1985, ada tiga periode yang memenuhi kriteria itu, yakni: 1990-1993, 1998, dan 2001-2002. "Masalahnya, pertumbuhan ekonomi di semester I 2008 akan mencapai titik terendah sejak 2002, atau bahkan 2001," imbuh Jim O' Neill, Chief Economist Goldman Sachs Group di London.

"Pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai titik terendah sejak 2002," tandas O'Neill. Cilaka!!

Sayang, untuk mereka yang anti kapitalisme, subprime mortgage masih jauh dari kejatuhan kapitalisme. Peristiwa kredit macet itu hanyalah riak kecil dari koreksi kapitalisme. Yang sedikit realistis bisa jadi akan mengangguk dengan pendapat dan prediksi dari Friedrich August von Hayek, tokoh neo liberal asal Vienna, Austria, itu.

Hayek menyatakan, kapitalisme akan terus maju bergerak. Di antara pergerakan itu, kapitalisme selalu mengoreksi dirinya sendiri. Secara terus menerus. Dan krisis subprime mortgage itu, kini salah satu cirinya.

Krisis kredit macet perumahan kelas kambing itu, masih belum masuk dalam kategori kontradiksi-kontradiksi dalam tubuh kapitalisme sendiri. Dan dengan pertentangan itu, kapitalisme belum akan menghancurkan dirinya sendiri, seperti ramalan Karl Marx, tokoh sosialis dan komunis itu. Jadi, bagi yang masih anti kapitalisme, barangkali harus memikirkan cara baru untuk mengganti sistem yang membuat dunia jadi timpang ini: kapitalisme.

Kapitalisme agaknya belum akan mati. Bisa jadi, kapitalisme adalah ranah terakhir sejarah manusia. “The End of History”, kata Francis Fukuyama.

Yang perlu diwaspadai di depan mata sekarang adalah, resesi dan riak dari sistem kapitalisme itu sendiri. Sekali lagi, "Pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai titik terendah sejak 2002," ujar Jim O'Neill. Waspadalah!! Waspadalah!!

Jakarta, 6 Juni 2008

Pukul 15.00 WIB

Silakan klik http://bungapadangilalang.blogspot.com

Read More......

Rabu, 04 Juni 2008

Tuhan dan Hermeneutik

0 komentar


Share

Tuhan dan Hermeneutik

Tuhan, lagi-lagi, dibungkam. Kemudian diteriakkan. Dari Lapangan Monumen Nasional (Monas), berlanjut ke Petamburan. Monas sudah berdiri sejak 1961. Tak mengganggu. Tapi Minggu, 1 Juni 2008, dia menjadi panas. Seperti hendak melelehkan emas pucuknya. Hawa menyengat oleh mereka yang yakin telah terpanggil oleh iman.

Saling hujat. Saling hantam. Yang Islam menghantam Islam lainnya. Juga umat lain. Siapa salah, siapa benar. Sudah jadi abu-abu.

Dalam sengatan, Tuhan diumbar. Dengan nama berbeda-beda, dalam parade dan gerudukan kebencian itu. Yang mereka anggap sebagai kebenaran.

Kasih sejatinya tulus. Tanpa prasangka. Tanpa nafsu. Juga tanpa kedengkian. Ia yang Maha Kasih dan Maha Sayang, Yang Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tak langsung memvonis semua jadi hitam dan putih.

Cinta, bukanlah kekerasan. Cinta, bukanlah aturan. Cinta juga bukan laskar panglima yang siap menggeruduk dan membabi buta siapa saja. Kapan saja. Dimana saja. Cinta, seperti kasih, tak menghamburkan amarah.

Memang menakjubkan. Tuhan datang dari hati, kemudian mewujud menjadi beragam bentuk. Dengan aneka macam interpretasi. Juga sebagai pemberi legitimasi bagi kebencian dan pengrusakan.

Adakah cara tunggal untuk menafsirkan Dia? Yang Tunggal dan Yang Esa itu? Wallahu’alam bissawab. Dengan hanya bermain di altar, maka akan sungguh-sungguh banyak pohon-pohon tafsir. Dengan tanpa telanjang diri, akan sangat bejibun cabang dan ranting pengertian.

Di altar, semuanya sungguh abstrak. Sebabnya, “Sang Penafsir Tunggal” sudah tiada. Tak akan ada lagi nabi dan rasul terakhir. Padahal zaman bergerak. Banyak hal baru, juga berkembang pasca kepergian “Sang Penafsir Tunggal”.

Maka, tak selamanya yang ada kini bisa dijelaskan dengan konsep, model, kata, serta contoh yang sudah terjadi. Pemikiran dan teori lama usang sudah. Paradigma lama sudahlah renta. Ditinggalkan. Konsensus lama sudah tak lagi cocok. Maka, tafsir dan interpretasi baru adalah sebuah keniscayaan.

Sudah sepantasnya, para pemikir Sang Fana yang masuk dalam golongan kaum “pascastrukturalis” muncul dengan ide revolusioner: “Dekonstruksi teks”. Lahirlah apa yang disebut sebagai tafsir sejarah: hermeneutik.

Hermeneutik: ilmu yang berhubungan dengan penjelasan kebagaimanaan dan keharmonian pamahaman manusia. Bisa bertali temali dengan batas pemahaman terhadap teks tertulis, atau secara mutlak aktivitas-aktivitas kehendak dan pilihan manusia, atau mutlak realitas-realitas eksistensi.

Hermeneutik berakar pada kata Yunani "hermeneuein”. Maknanya: menakwilkan (menafsirkan). Dalam bentuk nomina "hermeneid" bermaka takwil (tafsir).

Hermeneutik jadi mengusik dengan gerudukan tanpa cinta itu. Tahukah Kau: Agar paham peristiwa yang ada dalam sebuah teks kitab suci, semua harus direkonstruksi. Sejak peristiwa besar yang melatarbelakangi turunnya teks, atau peristiwa historis, penggunaan dan pilihan kata-kata teks kitab suci, dan kondisi sosial budaya masyarakat pada zamannya.

Dalam Al-Quran, tersebutlah dengan sebutan tafsir kitab suci. Yang salah satunya adalah mengupas tuntas persoalan sebab dan musabab alias asbabun nuzzul turunnya ayat.

Tafsir ulama pada zaman pertengahan, akan sangat berbeda dengan tafsir ulama modern. Sebabnya, penafsir ulama pertengahan masih terkungkung dengan zamannya. Kata lainnya: dia hanya bisa menarik benang merah dari peristiwa turunnya ayat hingga pada masa dia hidup. Mentok.

Sementara penafsir modern, akan melihat runutan peristiwa dengan rentang waktu lebih panjang. Jadi, rekonstruksi akan lebih kumplit.

Untuk satu ayat saja, seorang penafsir, akan berbeda penafsiran dengan yang lainnya. Sebabnya, hasil penafsiran sangat tergantung dengan kondisi jaman si penafsir. Juga faktor budaya, asal daerah si penafsir, latar belakang pendidikan si penafsir, paradigma yang dipakai, termasuk kepentingan apa yang akan dicapai si penafsir. Selalu ada kepentingan dan hasrat yang menyelip untuk menggolkan cita-cita dan tujuannya. Lewat tafsirannya itu.

Tahukah Kau: Seluruh manusia, hasrat antopogenik –hasrat yang memunculkan kesadaran diri, hakikat manusia— pada akhirnya merupakan suatu fungsi dan hasrat untuk memperoleh satu kata ini: “Pengakuan”. Demikianlah Alexandre Kojeve, dalam : Introduction to The Reading of Hegel”.
Selama beribu-ribu tahun, tidak ada kata konsisten yang digunakan untuk menunjuk pada fenomena psikologis dari “hasrat untuk memperoleh pengakuan”. Plato, sang pemikir itu, sudah bicara tentang thymos, atau “kesemangatan” (spiritedness). Machiavelli, sang diktator itu, juga sudah omong tentang hasrat manusia memperoleh kemuliaan.

Thomas Hobbes, tokoh materialisme terbesar itu, juga bicara tentang kebanggaan atau kesombongan. J.J. Rosseau, tokoh Prancis itu, sudah omong tentang “amour prope”: keangkuhan dan kesombongan. Juga Hegel soal pengakuan. Dan Nietzshe, Sang Pembunuh Tuhan itu, sudah merilis soal manusia sebagai binatang yang berpipi merah. Yang ingin berkehendak untuk berkuasa. Ubermenzch. Manusia super.

Jadi, semua kekerasan bukan asal dari Cinta. Cinta, bukanlah aturan. Cinta juga bukan laskar panglima yang siap menggeruduk dan membabi buta siapa saja. Kapan saja. Dimana saja. Cinta, seperti kasih, tak menghamburkan amarah.

Cinta Tuhan tak akan sampai dengan kekerasan. Jangan sampai, dengan anarki, Tuhan lagi-lagi dibungkam.

Jakarta, 4 Juni 2008

Pukul 16.00 WIB

Danto (http:bungapadangilalang.blogspot.com)

Read More......

Minggu, 01 Juni 2008

Minyak dan Konflik Peradaban

0 komentar


Share

Minyak dan Konflik Peradaban
Danto (http://bungapadangilalang.blogspot.com)

Petaka itu datang bergelombang-gelombang ke seluruh jagat. Menelusup ke seluruh pelosok bumi. Dunia sudah jadi kampung global. Semua terjadi saling terpaut. Krisis subprime mortgage alias kredit macet perumahan kelas kambing medio 2007, nun jauh di Amerika sono, juga tampak di depan mata kini. Amerika di ambang resesi.

Yang pesimistis bilang, pusat sistem ekonomi dunia itu sebentar lagi menunggu kejatuhannya. Kapitalisme diambang kehancuran. Yang optimistis menyatakan, kapitalisme sekali lagi mengalami koreksi. Dan, semua pasti merembet ke sini. Ke hadapan kita. Duh, Gusti!!

International Monetary Fund (IMF) akhir April 2008 lalu menyebut, kerugian akibat krisis perumahan kelas kambing tersebut, yang menimpa sejumlah institusi keuangan global, sungguh membuat dahi mengkerut: mencapai US$ 948 miliar. Atau Rp 8.816,400 triliun. Hanya dalam setengah tahun, dana super jumbo itu menguap. Wuzzz!!!

Indonesia juga kena dampak. Krisis itu yang membuat bursa lokal ikut-ikutan terjun bebas. Dalam empat bulan pertama 2008, kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia anjlok Rp 344 triliun atau 17,89%. Dari Rp 1.923 triliun pada akhir 2007, menjadi Rp 1.579 triliun per April 2008.

Para pemain saham dan para spekulan, dugaan kuatnya, kemudian lebih memilih bermain aman. Salah satunya dengan membelanjakan segudang duitnya untuk berjudi dengan minyak. Petaka pun makin bergejolak-gejolak.

Harga minyak dunia akhir Mei 2008 ini sempat menyentuh level US$ 135 per barel. Tertinggi sepanjang sejarah. Padahal, pada 1970, mulainya internasionalisasi minyak, harganya masih US$ 1,8 per barel. Kini, harga sudah meroket 75 kali lipat. Atau melonjak 7.500%, hanya dalam tempo 38 tahun. Dan harga minyak tak akan berhenti di situ. Sebentar lagi tembus US$ 200 per barel. Bahkan, bisa jadi bakal jauh lebih tinggi. Duh!!

Dunia sungguh aneh. Manusia serakah. Siapa untung? Siapa buntung? Ya, perjalanan kehidupan dan keinginan manusia seperti meroketnya harga minyak. Semakin tinggi. Semakin memuncak.
Semua akibat keserakahan dan ulah umat manusia sendiri. Tengok saja, pada 1973, tiga tahun setelah patokan awal itu, harga minyak sudah US$ 10 per barel. Pemicunya: lagi-lagi ulah serakah peradaban manusia: perang Arab-Israel pada Oktober 1973.

Revolusi Iran, pada 1979 itu, menyebabkan harga minyak kembali melonjak US$ 20 per barel. Dan, minyak kembali terbakar. Harganya, pada 1981 menyentuh US$ 39 per barel. Pemicunya, lagi-lagi keserakahan peradaban manusia: perang Iran-Irak.

Memasuki era milenium, minyak masih saja berkobar-kobar. Pada Agustus 2005, harga minyak naik lagi menjadi lebih dari US$70. Karena manusia lagi? Aha… Kali ini terpicu oleh amukan alam. Barangkali sang penguasa dunia mulai murka. Itu barangkali, lo. Badai Katrina, yang kemudian terkenal dengan sebutan Katrinagate di Teluk Meksiko, menghancurkan sebagian besar instalasi minyak lepas pantai kawasan tersebut. Harga minyak pun terkerek.

Harga minyak mulai menggapai puncaknya di atas US$ 100 per barel memasuki 2008 ini. Tepatnya mulai 2 Januari lalu. Penyebabnya, lagi-lagi karena ulah manusia sendiri: kerusuhan di Nigeria, stabilitas di Pakistan, dan masalah pasokan di pasar utama Amerika Serikat, juga ulah para spekulan.

Di empat bulan pertama tahun tikus ini, harga minyak terus saja menanjak. Pekan lalu, harganya menyentuh US$ 135 per barel. Tertinggi sepanjang sejarah. Penyebab utamanya beragam. Mulai dari memanasnya –lagi-lagi-- ulah spekulasi akibat melemahnya nilai tukar dolar Amerika Serikat, cadangan minyak Amerika Serikat turun, hingga melonjaknya permintaan China. Negeri Tirai Bambu itu butuh minyak lebih lantaran mau hajatan besar: Olimpiade 2008.

Pertanyaannya kemudian: sampai kapan harga minyak akan berhenti mencapai puncak tertinggi? “How Can You Thrive When Oil Cost $200 a Barrel”. Demikian Stephen Leeb PhD. dan Glen Strathy dalam buku mereka pada 2006 lalu. Ketika mereka menulis buku itu, harga minyak sudah di atas US$ 70 per barel. Ya, mereka menyebut harga minyak bisa tembus US$ 200 per barel.

Tertawa. Bisa jadi itu yang keluar dari para pelaku minyak ketika keduanya menulis itu. Soalnya, tanda-tanda harga minyak bakal terus berkobar, masih samar-samar. Namun siapa sangka, hanya beberapa tahun saja, ramalan itu hampir mendekati kenyataan.

Di posisi mana harga minyak akan bertahta? Kalau perbandingannya adalah lonjakan minyak dari 1970 sampai saat ini sebesar 75 kali, kita bisa jadi bakal terbengong-bengong. Dengan patokan harga lonjakan sebesar itu, berarti dalam 38 tahun mendatang, atau pada 2046, harga minyak sudah menyentuh US$ 10.125 per barel. Duh, Gusti!!!

Angka ekstrem itu tentu saja jika faktor pengalinya berdasarkan patokan US$ 135 per barel, harga saat ini, dikali 75 kali. Tapi hitungan yang realistis akan tak sebesar itu. Jika patokannya harga minyak pada 1970 sebesar US$ 1,8 per barel dan kini, setelah 38 tahun, harganya sudah menjadi US$ 135 per barel, maka kenaikan rata-rata harganya US$ 4 per tahun.

Dus, dengan demikian, jika mengacu rata-rata kenaikan harga minyak US$ 4 per barel dikali 38 tahun mendatang atau pada 2046, artinya harganya akan bertambah US$ 152 per barel. Dengan patokan harga saat ini yang sebesar US$ 135 per barel, maka harga minyak pada 2046 sebesar US$ 287 per barel.

Tentu saja, itu angka khayalan. Hanya, jika konflik-konflik antar manusia --plus ulah jejingkrakan para spekulan-- tak juga selesai, bisa jadi hal itu menjadi kenyataan. Dan tanda-tanda konflik belum juga selesai. Amerika Serikat, sebagai poros ekonomi dunia, kini masih berseteru dengan “Poros Setan”, yang salah satu anggotanya adalah Iran, produsen andalan minyak dunia kini. Konflik Irak belum selesai. Juga di Nigeria.

Di luar sisi manusia, minyak adalah sumber daya yang tidak bisa diperbarui. Mari sedikit berargumentasi secara teoritis. Kajian M. King Hubbert, ahli geofisika yang memperkenalkan Hubbert Peak, meramal, persediaan minyak dunia akan habis beberapa puluh tahun lagi.

Pada tahun 1956, Hubbert memperkirakan, produksi minyak di Amerika Serikat akan mencapai puncaknya pada 1970. Dan, terbukti. Pada tahun 1971, menjadi waktu puncak produksi minyak Abang Sam. Hubbert memprediksi, cadangan minyak Amerika Serikat akan habis pada akhir abad ke-21.

Pada tahun 1971, Hubbert, yang kontroversial itu, kembali mencoba meramal puncak produksi minyak. Kali ini ramalan produksi minyak dunia. Puncak produksi dunia, kata dia, akan terjadi pada tahun 1995-2000. Hasil prediksi ini kemudian kontroversial. Yang tidak sepakat, menyebut bahwa cadangan dunia masih akan terus bertambah. Yang sepakat, bilang bahwa cadangan minyak dunia sudah melandai.

Boleh saja ada yang bilang prediksi Hubbert meleset. Tapi tengoklah hasil kajian Center for Global Energy Studies (CGES) yang dipublikasikan Agustus 2007 lalu. Mereka menyebut, cadangan minyak dunia pada tahun 2007 sudah merosot hingga 200 juta barel.

Association for the Study of Peak Oil and Gas (ASPO) adalah salah satu organisasi yang percaya Hubbert Peak terjadi dalam beberapa puluh tahun mendatang. Hubbert Peak, menurut ASPO, diprediksikan akan terjadi paling cepat tahun 2007, sesuai prediksi Colin Campbell dari ASPO, dan paling lama sekitar tahun 2050 (prediksi Exxonmobil, OPEC dan EIA).

Itu di tingkat dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Produksi minyak dalam negeri ternyata sudah melandai dalam beberapa puluh tahun terakhir. Menurut BP, dalam publikasi berjudul “Statistical Review of World Energy 2005″, produksi minyak tertinggi Indonesia terjadi pada tahun 1977. Rata-rata produksinya sebesar 1,685 juta barrel/hari. Setelah itu, produksi minyak Indonesia tidak pernah lagi mencapai angka tersebut.

Pada tahun 2004, produksi minyak Indonesia hanya sebesar 1,126 juta barrel/hari. Angka ini sudah berada di bawah konsumsi BBM Indonesia yang jumlahnya sebesar 1,150 juta barrel/hari. Dan jumlahnya terus melorot. Untuk tahun 2008 ini, pemerintah menargetkan hanya mampu memproduksi 927.000 barel per hari.

Nah, jika patokannya stok minyak dunia yang terus melorot, sangat mungkin terjadi harga minyak akan terus melambung. Bagaimana dengan hitung-hitungan saya tadi yang sebesar US$ 287 per barel pada 2046? Bisa masuk akalkah? Atau mau yang sangat ekstrem dengan besaran US$ 10.125 per barel yang entah berapa puluh atau ratus tahun lagi? Mungkinkah?

Tak terbayangkan bagaimana kisruhnya dunia jika itu terjadi. Dengan harga US$ 135 per barel saja, Indonesia sudah kelabakan. Pemerintah menaikkan harga BBM subsidi sebesar 28,7% pada 25 Mei lalu. Banyak yang memperkirakan, dengan kenaikan harga BBM sebesar 28,7% itu, kemiskinan akan bertambah tiga juta orang dari saat ini.

Padahal, menurut survei terakhir Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2007 sebanyak 37,17 juta atau sebanyak 16,58% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan kenaikan harga BBM yang baru, berarti penduduk miskin Indonesia saat ini sejumlah 20,17 juta.

Dus, bagaimana jika harga BBM dunia melonjak di angka US$ 287 per barel, atau yang sangat ekstrem US$ 10.125 per barel? Tak terbayangkan bagaimana kondisi dunia ini. Kacau balau. Terlebih Indonesia. Ihhhh….ngeri… Mari, segeralah bertindak. Selamatkan bumi dan peradaban manusia!! Agar petaka tidak terus datang bergelombang-gelombang.

Jakarta, 1 Juni 2008
20.20 WIB

Read More......
Copyright 2009 | Bunga Padang Ilalang Theme by Cah Kangkung | supported by Blogger