Selalu Ada Harapan Esok Pagi

SELAMAT DATANG
DI BLOG KULO

Search

Salam

Sejarah selalu terkendala oleh ruang dan waktu. Masa lalu, bisa ditilik dengan terang benderang di masa kini. Masa depan, hanya diperkirakan tapi tak bisa dipastikan.

Masa lalu, selalu ada distorsi. Sebabnya, tafsir mengambil tempatnya sendiri-sendiri. Karenanya, satu-satunya jalan agar sejarah masa kini tak membelot di masa depan, adalah dengan cara mendokumentasikannya.

Masa kini, di masa depan akan menjadi masa lalu. Dus, rekamlah sejarah yang sedang kau alami sekarang. Sekecil apapun, di masa depan akan sangat berharga. Kita tak pernah tahu, di masa depan yang sekarang kita sebut sebagai kertas atau pulpen, masih disebut sebagai kertas atau pulpen atau tidak. Atau bisa jadi bernama sama, tapi berbeda bentuk.

Mari, sodara-sodara, rekamlah sejarah yang sedang kau jalani.

Salam


Jumat, 16 Mei 2008

Kecelakaan ADAM Air

Musibah di Era Terbang Murah

Untuk menekan harga tiket, maskapai penerbangan melakukan efisiensi biaya operasional. Tetap banyak yang rontok di tengah jalan.

RASA cemas merasuki Bambang Sulistyo, petinggi perusahaan jalan tol milik negara. Berita hilangnya pesawat Adam Air jenis Boeing 737-400 di kawasan Sulawesi Selatan, pekan lalu, seakan peringatan baru untuknya. Soalnya, dalam sebulan Bambang bisa berkali-kali melakukan lawatan ke kantor cabang di daerah, di samping perjalanan pribadi. “Saya kini jadi khawatir setiap akan terbang,” katanya kepada Tempo, pekan lalu.

Begitu pula halnya dengan Eko Roesniputra, pensiunan pegawai negeri yang masih sering melakukan perjalanan udara. Sama seperti Bambang, ia langsung saja menghubungkan keselamatan perjalanan dengan penawaran tiket murah oleh maskapai penerbangan. "Lebih baik mahal sedikit, tapi keselamatan lebih terjamin," katanya. Atau sekalian beralih ke moda angkutan yang jauh lebih murah: kereta api.

Musibah pesawat Adam Air menambah daftar panjang kecelakaan penerbangan selama ini. Sejak 2001, menurut data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), tercatat 73 kecelakaan pesawat penerbangan nasional dalam negeri, dengan jumlah korban 479 orang, meliputi 201 orang tewas dan 278 cedera.Sejak 2001, dari maskapai reguler nasional yang terdaftar sebagai pemegang air operator certificate 121 di Departemen Perhubungan, Garuda Indonesia (62 armada pesawat), Merpati Airlines (55 armada), dan Trigana Air Services (12) tercatat mengalami masing-masing lima kali kecelakaan, diikuti Lion Air (28 armada) empat kali, dan Adam Air (22 armada) tiga kali.

Masih dari data KNKT, dari sejumlah maskapai reguler itu, kecelakaan yang paling banyak merenggut korban jiwa terjadi pada Mandala (111 orang tewas), diikuti Adam Air (102 orang hilang), Lion Air (25 orang tewas), Trigana (6 orang tewas), dan Garuda (1 orang tewas).Maraknya kecelakaan itu, akhirnya, sering dikaitkan dengan "obral" harga tiket penerbangan oleh sejumlah maskapai.

Dua maskapai yang selama ini disebut-sebut menjalankan low cost carrier itu adalah Adam Air dan Lion Air, setidaknya menurut versi situs wikipedia.Dalam situs itu, pengertian low cost carrier adalah efisiensi biaya maskapai dengan mengurangi biaya operasional yang dianggap tak perlu. Misalnya, menghapus jatah makan penumpang di udara, mempercepat penerbangan di pagi hari dan memperlambat jam terbang di sore hari, penjualan tiket secara online, dan meminimalkan jam parkir pesawat.

“Kami memang sebisa mungkin mempersempit jadwal parkir,” kata Direktur Komersial Adam Air, Gugi Pringwa Saputra. ”Jika bisa, setelah landing kita langsung take-off.” Biaya parkir pesawat di bandara saat ini US$ 35 per jam untuk tipe pesawat Boeing 737-200.Soal tiket, Gugi mengakui Adam Air memang menerapkan harga agak miring.

Perusahaan, katanya, menetapkan tarif rendah Rp 233 ribu dan paling tinggi Rp 665 ribu per jam terbang. Jam terbang ini hampir sama dengan rute Jakarta-Surabaya, yang dalam keputusan Menteri Perhubungan tarifnya ditetapkan Rp 778 ribu.

“Kami menggunakan skema subsidi silang dalam penentuan tarif tiket,” kata Gugi. Jalur gemuk seperti Jakarta-Surabaya, Jakarta-Medan, dan Jakarta-Surabaya digunakan untuk menutupi rute lain yang relatif sepi, seperti Balikpapan-Batam.

Penghapusan jatah makan juga memberi kontribusi lumayan besar. Hitung-hitungannya, untuk satu jam penerbangan pesawat jenis Boeing 737-200, makanan katering --yang diukur dengan sistem blok-- menghabiskan biaya US$ 60, atau sekitar Rp 546 ribu.

Dengan frekuensi rata-rata 400 jam penerbangan per bulan, perusahaan mampu menghemat US$ 24 ribu, atau sekitar Rp 218,4 juta. Di Indonesia, maraknya penerbangan biaya rendah tak lepas dari kebijakan pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 1/2001, yang kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri No. KM 81/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara.

Keputusan ini memungkinkan berdirinya maskapai baru tanpa batasan modal minimal. “Prinsip kita ingin meningkatkan moda transportasi udara pascakrisis,” kata Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan, Santoso Eddy Wibowo,Mulailah era terbang murah.

Adam Air, yang lahir pada 21 November 2002, tumbuh di era ini. Bermodal awal tiga pesawat sewaan untuk rute Jakarta-Medan dan Jakarta-Yogyakarta, hanya dalam empat tahun Adam mampu menambah 22 pesawat sewaan. Pada November tahun lalu, maskapai ini meraih Award of Merit in the Category Low Cost Airline of the Year 2006 di Singapura.

Tapi, maskapai yang rontok di tengah jalan juga banyak. Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mencatat, hingga tahun lalu ada lima maskapai --dari 17 maskapai berjadwal-- yang tidak mampu beroperasi, yaitu Bali Air, Bayu Air, Indonesia Airlines, Star Air, dan Bouraq Airlines.

Yang masih beroperasi juga harus bertahan dalam sistem persaingan yang ketat. Akibatnya, menurut Arief Poyuono, mantan instruktur flight safety Merpati Airlines yang juga ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN, maskapai berbiaya rendah terpaksa banyak mengurangi biaya operasional --termasuk biaya perawatan-- untuk tetap mampu bertahan.

"Mereka tak pernah diperiksa oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO),” katanya. Jika tim inspeksi ICAO datang, kata Arief, mereka diarahkan ke hanggar pesawat milik Merpati dan Garuda, yang perawatannya terjamin.

“Maka tim inspeksi akan mendapat kesan positif,” katanya. Kapt. M. Safe'i, pilot senior yang selama 37 tahun berkhidmat di Garuda Indonesia dan kini aktif di lembaga swadaya masyarakat Peduli Angkutan Udara Komersil Indonesia (PAUKI) menambahkan, praktek-praktek pelanggaran prosedur di pesawat berbiaya rendah saat pengecekan pesawat kerap terjadi.

Misalnya soal pemasangan baut pada roda pesawat. “Aturannya harus sekitar 100 putaran, tapi kadang dilakukan kurang dari itu,” kata Safe'i. Petugas pengecek juga sering langsung memberikan tanda check list pada log book pesawat --dikenal dengan istilah pencil whipping.

Log book ini berisi daftar isian pengecekan sebagai persyaratan laik terbang.Adam Air dan Lion Air tentu menolak tudingan itu. “Kami malah menambah ongkos perawatan 25 persen dari yang seharusnya,” kata Gugi Saputra. “Kami tak mungkin mengurangi biaya perawatan dengan mengorbankan keselamatan penumpang,” juru bicara Lion Air, Hasyim Al Habsyi, menimpali.

"Keselamatan penumpang", memang itulah kata kunci yang pekan-pekan ini banyak menggayuti pikiran para pengguna jasa angkutan udara, terutama setelah raibnya pesawat Boeing 737-400 Adam Air.Danto

Majalah TEMPO, Edisi 8 Januari 2007

0 komentar:

Copyright 2009 | Bunga Padang Ilalang Theme by Cah Kangkung | supported by Blogger