Selalu Ada Harapan Esok Pagi

SELAMAT DATANG
DI BLOG KULO

Search

Salam

Sejarah selalu terkendala oleh ruang dan waktu. Masa lalu, bisa ditilik dengan terang benderang di masa kini. Masa depan, hanya diperkirakan tapi tak bisa dipastikan.

Masa lalu, selalu ada distorsi. Sebabnya, tafsir mengambil tempatnya sendiri-sendiri. Karenanya, satu-satunya jalan agar sejarah masa kini tak membelot di masa depan, adalah dengan cara mendokumentasikannya.

Masa kini, di masa depan akan menjadi masa lalu. Dus, rekamlah sejarah yang sedang kau alami sekarang. Sekecil apapun, di masa depan akan sangat berharga. Kita tak pernah tahu, di masa depan yang sekarang kita sebut sebagai kertas atau pulpen, masih disebut sebagai kertas atau pulpen atau tidak. Atau bisa jadi bernama sama, tapi berbeda bentuk.

Mari, sodara-sodara, rekamlah sejarah yang sedang kau jalani.

Salam


Kamis, 22 Mei 2008

Sebening Embun Pagi: Tapal Batas

0 komentar


Share

Sebening Embun Pagi: Tapal Batas

Read More......

Selasa, 20 Mei 2008

Tapal Batas

2 komentar


Share

Tapal Batas

Danto

Siang bolong itu mendadak redup. Gelap. Matahari tak lagi tampak. Angin bergemuruh. Awan-awan bergumpal-gumpal. Berdesak-desakan. Bak sepasukan serdadu, menggeruduk langit atap rumahku. Maaf, langit kampungku di tapal batas kota Bekasi.

Dalam hitungan belasan menit, mendung menggayut-gayut itu akhirnya pecah juga. Byar!! Hujan mengguyur deras nian. Listrik di rumahku tiba-tiba saja mati. Cilaka!!

Aku baru saja merapikan pakaian. Istriku ikut mengancingkan kemeja coklat yang beberapa saat sebelumnya aku pakai. Si kecil Aulia, kini sudah dua tahun, ikut merengek. Bingung. Haruskah kubatalkan janji wawancara dengan seorang direktur utama investor tol Trans Jawa di sebuah hotel di bilangan Kuningan, Jakarta.

Jam sudah menunjukkan pukul 13.05 WIB. Sementara waktu janji adalah pukul 15.00. Butuh waktu satu setengah hingga dua jam dari rumahku untuk sampai di tempat perjanjian. Sejenak ragu memburu. Gamang menyerang. Jika tak segera berangkat, maka bisa jadi aku telat. Malu nian jika aku terlambat datang.

“Aa, sebaiknya tunggu hujan reda. Sangat ngeri jika berangkat sekarang,” istriku merajuk. Aku terpaku sejenak. “Kita lihat beberapa saat lagi, siapa tahu hujan cepat reda,” jawabku.

Si kecil Aulia mendekat. Merengek minta digendong. “Ayah, tatu Ayah,” lidah cadelnya tak jelas mengatakan apa. Barangkali takut. Di luar, petir sesekali menggelegar. Kilatan cahayanya sejenak-sejenak menerangi ruang tamu depan rumah. Kugendong. Kuusap rambut si kecil.

Setengah jam berlalu. Listrik masih juga mati. Petir masih menyambar-nyambar. Hujan tetap deras. Angin di luar masih bergemuruh. Waktu terus bergerak. Hatiku masih gundah. Berharap hujan segera menjadi sahabat. Ternyata harapan tak juga mampir. Hujan tetap deras. Listrik tetap mati. Petir masih menyambar-nyambar.

Ku tengok sejenak jalanan di depan rumah. Air sudah menggenang. Kira-kira 10 sentimeter tingginya. Selain kegaduhan hujan, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan. Di luar sepi. Pintu rumah tetangga-tetanggaku terkunci rapat-rapat. Barangkali lebih baik bergelung sarung, ketimbang menunggu sang pangeran banyu, maksudku hujan, berhenti mengencingi rumah. Berada dalam gendonganku, agaknya membuat si kecil merasa nyaman. Tertidur.

Aha!! Syukurlah, beberapa saat kemudian listrik hidup. Cahaya lampu kembali menyeruak. Ruangan gelap, kendati masih tengah hari, jadi lebih terang. Cuma, itu tak membantu khawatirku. Hujan di luar masih deras. Jarum jam detik serasa menusuk-nusuk. Jam kini sudah menunjukkan pukul 13.30. Artinya sudah setengah jam berlalu. Tanda-tanda hujan berhenti belum juga muncul. Tenggat waktu untuk wawancara makin mepet.

“Sayang, Aa harus berangkat sekarang, biar pakai jas hujan saja,” kataku. Istriku terdiam. Aku tahu, ada nada tak setuju dari sorot matanya. “Insya Allah nggak ada apa-apa,” tambahku. Terdengar klise, memang. Tapi begitulah aku, istriku, dan si kecil.

“Ya, udah, tapi hati-hati di jalan,” katanya. Kukecup kening, pipi kanan dan kiri, dan bibirnya yang mungil. “Assalamu’alaikum,” kataku. “Wa’alaikum salam,” jawabnya.

Kusambar jas hujan yang tercantel di jok motorku. Kugaet sepatu boot. Rada pengap berpakaian ala astronot seperti itu. Hujan masih mengguyur, meski mulai menipis.

Gruuungggg…gruunggggg…ku tancap gas sepeda motorku. Menerjang hujan dan genangan air. Kacamataku sedikit gelap tersapu air hujan. Pikiranku sudah ada di hotel tempat aku wawancara dengan pejabat investor lokal tersebut.

Air sudah mengalir deras melalui jalanan pesawahan di depan komplek rumahku. Tempat tinggalku memang sangat ndeso. Ada di tengah-tengah sawah. Di ujung tapal batas wilayah Tambun, Bekasi. Kanan kiri pesawahan. Jika hujan seperti ini, jalan bakal tak terlihat. Harus bertempur dengan genangan air. Hujan petir begini, jalanan sungguh lengang nian. tak ada satupun orang lewat di jalanan.

Apa yang harus terjadi terjadilah. Datang tak dijemput, pulang tak diantar. Begitulah. Tepat di tengah sawah, dua ratus meter dari gerbang perumahanku, tiba-tiba kilat datang menyambar. Sangat putih dan menyilaukan mata. Berbentuk cambuk, atau sebangsa cemeti kuda. Atau mungkin seperti lambang PT PLN. Sangat putih. Sangat dekat. Tepat di depan mata.

Gelegarrrr…..Gelegarrr…. Aku mendadak berhenti. Terkejut bukan kepalang. “Masya Allah, Astaghfirullahall ‘adzim,” gumamku, seketika.

Apa yang aku lihat di depan mata kepala sendiri sungguh membuat bulu kuduk berdiri. Kabel listrik di tiang PLN yang membentang sepanjang sawah, tiba-tiba menjuntai tepat di kepalaku. Putus tersengat petir itu.

Prepeeettttttt…prepeeettttt… Sambaran api menjalar mengikuti aliran listrik di kabel sepanjang sawah. Tepat melalui di atas kepalaku. “Astaghfirullahal’adzim,” kulafadzkan kembali kata itu. Begitu cepat. Aku merasakan: sangat dekat dengan kematian.

Setelah itu diam. Listrik mati. Jantungku dag-dig-dug. Tanganku gemetar. Kubalikkan kembali sepeda motorku. Tergesa-gesa. Aku kembali. Cuma, aku berhenti di warung tepat di pintu gerbang perumahanku. Kutenangkan batin dan hati yang sangat berdebar-debar ini. Untuk sementara terpaku. Belum juga bisa ngomong. Sampai akhirnya tukang warung menyapaku. “Ada apa, Pak,” tanyanya. Kujelaskan runut sejak sang petir menyambar kabel listrik itu. Tentu, sambil sesekali mengurut dada.

Aku masih percaya, Tuhan masih melindungi. “Alhamdulillah, Ya, Allah. Engkau masih memberi kesempatan kepadaku untuk menghirup udara dan memperpanjang detak jantung,” gerentes hatiku.

Andai saja…andai saja…kalau saja…jika saja…seumpama saja….Tak putus-putus aku mengucap kata itu. Andai saja tak ada tiang listrik dan kabel itu, barangkali aku sudah gosong. Terbujur kaku. Cuma tangisan istriku tercinta dan rengekan si kecil. “Alhamdulillah, Ya, Allah, Engkau masih memberi kesempatan hamba untuk mengingat-Mu,” terus mulutku bergumam.

Setengah jam kemudian, hujan makin menipis. Kilat hampir sudah tak ada. Petir pun sudah tiada. Aku pikir, gelegar tadi itulah puncak dari kemarahan sang petir.

Kunyalakan kembali motorku. Bukan kembali ke rumah. Kugenjot gas motorku menuju hotel tempat aku wawancara. Telat setengah jam memang. Untung saja, si direktur utama tadi juga rada telat. Jadi aku tak terlalu malu.

****
****

“Syukurlah, sayang. Semuanya kita serahkan pada Yang di Atas. Alhamdulillah, Ya, Allah,” begitulah istriku. Tepat jam 23.00 WIB, Rabu 19 Maret 2008, istriku memeluk erat aku yang pulang masih dengan jasad utuh dan masih bernyawa. “Alhamdulillah, Ya, Allah,” berkali-kali kuucapkan kembali. Kupeluk si kecil. Kucium keningnya. Dia hanya diam. Barangkali tak mengerti apa yang sudah terjadi. Kami bertiga berpelukan. Menangis haru. Semua perasaan bercampur aduk. Haru, sedih, senang. Tak karuan.

Malam sudah larut. Perumahaanku sudah sangat senyap menjelang tengah malam itu. Semua kembali ke peraduan. Siap kembali menjalani hidup, esok hari. Aku serasa terlahir kembali. Lahir di tapal batas kota Bekasi. Juga tapal batas antara kehidupan dan kematian.



Jakarta, 20 Mei 2008
Pukul 19.40 WIB

Untuk mengenang Rabu, 19 Maret 2008

Read More......

Kisah dari Tetangga

0 komentar


Share

Dari Sudut Yang Terlupakan

Sepulang dari pengajian rutin beberapa hari lalu, saya berdiri di tepi trotoar daerah Klender. Angkot yang ditunggu belum jua lewat, sedang matahari kian memancar terik. Entah mengapa, kedua mata saya tertarik utuk memperhatikan seorang bapak tua yang tengah termangu di tepi jalan dengan sebuah gerobak kecil yang kosong. Bapak itu duduk di trotoar. Matanya memandang kosong ke arah jalan.Saya mendekatinya. Kami pun terlibat obrolan ringan.

Pak Jumari, demikian namanya, adalah seorang penjual minyak tanah keliling yang biasa menjajakan barang dagangannya di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur. "Tapi kok gerobaknya kosong Pak, mana kaleng-kaleng minyaknya?" tanya saya.Pak Jumari tersenyum kecut. Sambil menghembuskan nafas panjang-panjang seakan hendak melepas semua beban yang ada di dadanya, lelaki berusia limapuluh dua tahun ini menggeleng.

"Gak ada minyaknya."Bapak empat anak ini bercerita jika dia tengah bingung. Mei depan, katanya, pemerintah akan mencabut subsidi harga minyak tanah. "Saya bingung. saya pasti gak bisa lagi jualan minyak. Saya gak tahu lagi harus jualan apa. modal gak ada. keterampilan gak punya.." Pak Jumaribercerita. Kedua matanya menatap kosong memandang jalanan. Tiba-tiba kedua matanya basah. Dua bulir air segera turun melewati pipinya yang cekung."Maaf dik saya menangis, saya benar-benar bingung. mau makan apa kami kelak.., " ujarnya lagi.

Kedua bahunya terguncang menahan tangis. Saya tidak mampu untuk menolongnya dan hanya bisa menghibur dengan kata-kata. Tangan saya mengusap punggungnya. Saya tahu ini tidak mampu mengurangi beban hidupnya.Pak Jumari bercerita jika anaknya yang paling besar kabur entah ke mana. "Dia kabur dari rumah ketika saya sudah tidak kuat lagi bayar sekolahnya di SMP. Dia mungkin malu. Sampai sekarang saya tidak pernah lagi melihat dia.. Adiknya juga putus sekolah dan sekarang ngamen di jalan. Sedangkan dua adiknya lagi ikut ibunya ngamen di kereta. Entah sampai kapan kami begini ."

Mendengar penuturannya, kedua mata saya ikut basah.Pak Jumari mengusap kedua matanya dengan handuk kecil lusuh yang melingkar di leher. "Dik, katanya adik wartawan.. tolong bilang kepada pemerintah kita, kepada bapak-bapak yang duduk di atas sana, keadaan saya dan banyak orang seperti saya ini sungguh-sungguh berat sekarangini. Saya dan orang-orang seperti saya ini cuma mau hidup sederhana, punya rumah kecil, bisa nyekolahin anak, bisa makan tiap hari, itu saja. "

Kedua mata Pak Jumari menatap saya dengan sungguh-sungguh."Dik, mungkin orang-orang seperti kami ini lebih baik mati... mungkin kehidupan di sana lebih baik daripada di sini yah..." Pak Jumari menerawang.Saya tercekat. Tak mampu berkata apa-apa. Saya tidak sampai hati menceritakan keadaan sesungguhnya yang dilakukan oleh para pejabat kita, oleh mereka-mereka yang duduk di atas singgasananya. Saya yakin Pak Jumari juga sudah tahu dan saya hanya mengangguk.

Mereka, orang-orang seperti Pak Jumari itu telah bekerja siang malam membanting tulang memeras keringat, bahkan mungkin jika perlu memeras darah pun mereka mau. Namun kemiskinan tetap melilit kehidupannya. Mereka sangat rajin bekerja, tetapi mereka tetap melarat.Kontras sekali dengan para pejabat kita yang seenaknya numpang hidup mewah dari hasil merampok uang rakyat.

Uang rakyat yang disebut 'anggaran negara' digunakan untuk membeli mobil dinas yang mewah, fasilitas alat komunikasi yang canggih, rumah dinas yang megah, gaji dan honor yang gede-gedean, uang rapat, uang transport, uang makan, akomodasi hotel berbintang nan gemerlap, dan segala macam fasilitas gila lainnya. Mumpung ada anggaran negara maka sikat sajalah!

Inilah para perampok berdasi dan bersedan mewah, yang seharusnya bekerja untuk mensejahterakan rakyatnya namun malah berkhianat mensejahterakan diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Inilah para lintah darat yang menghisap dengan serakah keringat, darah, tulang hingga sum-sum rakyatnya sendiri. Mereka sama sekali tidak perduli betapa rakyatnyakian hari kian susah bernafas. Mereka tidak pernah perduli.

Betapa zalimnya pemerintahan kita ini!Subsidi untuk rakyat kecil mereka hilangkan. Tapi subsidi agar para pejabat bisa hidup mewah terus saja berlangsung. Ketika rakyat antri minyak berhari-hari, para pejabat kita enak-enakan keliling dalam mobil mewah yang dibeli dari uang rakyat, menginap berhari-hari di kasur empukhotel berbintang yang dibiayai dari uang rakyat, dan melancong ke luar negeri berkedok studi banding, juga dari uang rakyat.

Sepanjang jalan, di dalam angkot, hati saya menangis. Bocah-bocah kecil berbaju lusuh bergantian turun naik angkot mengamen. Di perempatan lampu merah, beberapa bocah perempuan berkerudung menengadahkan tangan. Di tepi jalan, poster-poster pilkadal ditempel dengan norak. Perut saya mual dibuatnya.Setibanya di rumah, saya peluk dan cium anak saya satu-satunya. "Nak, ini nasi bungkus yang engkau minta."

Dia makan dengan lahap. Saya tatap dirinya dengan penuh kebahagiaan. Alhamdulillah, saya masih mampu menghidupi keluarga dengan uang halal hasil keringat sendiri, bukan numpang hidup dari fasilitas negara, mengutak-atik anggaran negara yangsesungguhnya uang rakyat, atau bagai lintah yang mengisap kekayaan negara.

Saat malam tiba, wajah Pak Jumari kembali membayang. Saya tidak tahu apakah malam ini dia tidur dengan perut kenyang atau tidak. Saya berdoa agar Allah senantiasa menjaga dan menolong orang-orang seperti Pak Jumari, dan memberi hidayah kepada para pejabat kita yang korup.Mudah-mudahan mereka bisa kembali ke jalan yang benar.

Mudah-mudahan mereka bisa kembali paham bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabk an di mahkamah akhir kelak. Mudah-mudahan mereka masih punya nurani dan mau melihat ke bawah.Mudah-mudahan mereka bisa lebih sering naik angkot untuk bisa mencium keringat anak-anak negeri ini yang harus bekerja hingga malam demi sesuap nasi, bukan berkeliling kota naik sedan mewah...

Mudah-mudahan mereka lebih sering menemui para dhuafa, bukan menemui konglomerat dan pejabat... Mudah-mudahan mereka lebih sering berkeliling ke wilayah-wilayah kumuh, bukan ke mal... Amien Ya Allah.

NN

Read More......

Hati-Hati Iklan Promosi Tarif Murah!!

0 komentar


Share

Danto

Cermat Dahulu, Baru Bicara

Operator telekomunikasi mengotak-atik tarif bicara“Obral” harga tarif percakapan

Jakarta. Persaingan bisnis percakapan telepon seluler naga-naganya bakal semakin ketat. Sejumlah operator telekomunikasi pasang kuda-kuda untuk mengotak-atik tarif pembicaraan. Beberapa operator berpromosi tarif barunya lebih murah dibandingkan tarif lama mereka.

“Obral” harga tarif percakapan

Saat ini, pasar telekomunikasi di Indonesia masih tergolong bayi. Peluang untuk meningkatkan omset pun menganga lebar. Kendati demikian, beberapa jawara lama masih tetap bercokol.

Di pasar telepon seluler, misalnya, Telkomsel masih tetap menduduki posisi pertama, dengan pelanggan sebanyak 30 juta konsumen. PT Indosat ada di tangga kedua dengan memiliki 13 juta pelanggan. Berikutnya adalah Exelcomindo (9,5 juta) dan Esia (1,5 juta).

Namun persaingan di pasar seluler masih jauh dari usai. Potensi pasar seluler masih gemuk, mengingat jumlah pelanggan seluler tak sampai separuh dari jumlah penduduk. Berdasar data Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI), saat ini tercatat 62 juta pelanggan telepon seluler.

Di pasar telepon tetap, yang kadang disebut fixed line, situasi setali tiga uang dengan pasar seluler. Pemain lawas, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), masih mengantongi pangsa pasar terbesar. Telkom saat ini memiliki pelanggan sebanyak 8,5 juta.

Karena potensi pasar masih besar, tak heran bila operator tancap gas berebut pelanggan. Di pasar seluler, misalnya, PT Exelcomindo meluncurkan program percakapan di udara dengan mengubah perhitungan berdasarkan durasi waktu untuk jenis kartu XL Bebas. Program ini berlangsung sejak 10 Februari lalu dan berakhir Juni mendatang.

Iming-iming yang ditawarkan XL Bebas lumayan menggiurkan. Percakapan tak lagi dihitung berdasarkan waktu tiap 30 detik dengan tarif Rp 750. Namun biaya percakapan dihitung per satu detik dengan tarif Rp 25.

Gambaran sederhananya begini, dengan sistem lama, jika Anda menelepon relasi dan berhenti pada detik pertama, maka beban biaya yang harus dibayar berdasarkan tarif waktu tiap 30 detik sebesar Rp 750. “Tapi dengan program ini, pada kasus itu tarifnya hanya Rp 25,” kata Manajer Produk XL Bebas, Riza Rachmadsyah, kepada Kontan.

Anak perusahaan Telkom, PT Telkomsel, langsung bereaksi terhadap langkah pesaingnya. Telkomsel bakal menurunkan tarif sebesar lima persen pada tahun ini.

Pemain seluler yang lain, Indosat, tak mau kalah jurus. Indosat bakal meluncurkan paket hemat untuk menggaet pelanggan di kelas bawah. “Setiap pemakaian pulsa sekian akan dapat bonus tertentu,” kata Auliana, juru bicara Indosat.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Heru Sutadi, mengingatkan, konsumen jangan serta merta terpesona dengan harga murah yang dipromosikan operator. Ambil contoh promosi harga versi XL. Jika ditelisik lebih jauh, sebetulnya kedua perhitungan tarif itu akan menghasilkan jumlah yang sama. Coba kalikan Rp 25 dengan 30 detik, hasilnya Rp 750 bukan? “Konsumen juga harus kritis,” kata Heru.

Basis perhitungan “hemat” ini tak hanya monopoli para pemain seluler. PT Telkom yang menguasai pasar fixed line domestik memakai jurus yang sama. Telkom mengubah sistem penghitungan tarif telepon lokal untuk layanan telepon tetap. Semula, Telkom bakal memberlakukan struktur tarif baru pada awal Februari ini.

Namun rencana itu tertunda karena BRTI meminta Telkom untuk mensosialisasikan tarif baru terlebih dahulu. Dalam struktur tarif yang baru, Telkom meniadakan pembagian lokasi dan waktu bicara untuk tarif percakapan lokal. Tarif percakapan langsung dihitung Rp 250 per dua menit pertama. Untuk menit selanjutnya, biaya percakapan adalah Rp 125 per menit. Sebelumnya, Telkom menghitung biaya percakapan lokal berdasarkan satuan pulsa, yang berkisar antara 1,5 menit-3 menit.

Dipublikasikan di Harian Bisnis dan Investasi KONTAN, Maret 2007

Read More......

Awas, SMS Sampah!!

0 komentar


Share

Danto

Mencekal SMS SpamBRTI menengarai, ada pesan sampah yang mematok tarif premiumMengenakan tarif SMS premium

JAKARTA. Anda kerap dirugikan akibat kehilangan pulsa dari pesan singkat atawa short message service (SMS) yang tidak diinginkan? Jangan khawatir, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sudah menemukan akar penyebabnya.

Mengenakan tarif SMS premium

Ternyata, beberapa operator telekomunikasi dan content provider secara sengaja mengirimkan SMS sampah ini ke nomor pelanggan. Tanpa melalui proses pendaftaran dari konsumen pun, mereka bisa secara langsung mengirim pesan berbau promosi dan iklan. Kurang ajarnya, pesan singkat tak berguna ini seringkali mempergunakan tarif SMS premium. Besarannya cukup merogoh kocek pulsa, yaitu Rp 2.000 per SMS yang mampir ke telepon seluler pelanggan.

Anggota BRTI Heru Sutadi menyatakan, berdasarkan penyelidikan sementara lembaga regulator telekomunikasi itu, sejumlah pesan singkat sampah tersebut dikirim secara sengaja oleh operator telekomunikasi dan content provider. "Dari hasil investigasi awal, ada SMS yang dikirimkan oleh operator itu sendiri, ada juga oleh content provider, baik yang dilakukan langsung maupun menggunakan pihak ketiga," kata Heru, kepada KONTAN, di Jakarta, kemarin.

Sejumlah operator dan content provider, menurut Heru, hampir setiap hari mengirim sejumlah pesan ke nomor pelanggan. Tak peduli apakah nomor tersebut telah didaftarkan oleh konsumen yang bersangkutan atau tidak.

"SMS spam cukup merugikan, lantaran selain memasuki ruang privasi konsumen, juga dalam beberapa kasus konsumen dikenai bayaran setara dengan SMS premium," kata Heru.

Lantaran tak dikehendaki pengguna, kata Heru, BRTI menggolongkan pesan singkat itu sebagai SMS sampah. Secara materi, lanjut dia, isi pesan itu gampang ditebak. "Mudah saja, isinya berbau iklan dan promosi," katanya, "Termasuk di dalamnya adalah pesan singkat soal undian berhadiah."

Beberapa operator yang disebut Heru antara lain Indosat dan Telkomsel. "Mereka ikut mengirimkan SMS spam itu," katanya. "Dalam sebulan ke depan, BRTI bakal merampungkan aturan soal ini," lanjtunya.

Pihak Indosat mengakui kerap mengirimkan sejumlah pesan singkat tanpa pemberitahuan terlebih dulu kepada konsumen. Isinya memang berbau promosi dan iklan. "Tapi, itu bagian dari program perusahaan kami," kata Adita Irawati, juru bicara Indosat, "Itu sifatnya hanya up-date informasi."

Adita mengakui Indosat melakukan kerjasama dengan content provider dan pihak ketiga dalam mengirim pesan tersebut. Yang disebut pihak ketiga, misalnya, sebuah gerai makanan yang sedang menggelar promosi. Mereka melakukan kerjasama dengan Indosat agar produknya diminati masyarakat.

Menurut Adita, pesan promosi tersebut bisa dikirim secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dulu. "Sekali kirim bisa mencapai 200.000 hingga 500.000 pelanggan," katanya.

Hanya, dia menandaskan, Indosat tidak memungut tarif dari pengiriman pesan itu. "Itu secara otomatis dari sistem kami," katanya. "Kalaupun mencatut tarif, itu dilakukan oleh content provider yang bekerjasama dengan kami. Dan, kami siap menghentikan kerjasama dengan mereka jika BRTI memintanya," ucapnya.

Pihak Telkomsel masih belum bisa dimintai konfirmasi. Telepon seluler Suryo Hadiyanto, juru bicaranya, masih belum menyahut saat dihubungi KONTAN.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir mempertanyakan operator dan terutama content provider yang mengirim pesan singkat sampah tanpa pemberitahuan terlebih dulu kepada konsumen. "Dari mana mereka tahu nomor pelanggan?" kata Husna menunjuk content provider. Dia menduga terdapat kongkalingkong antara operator dan content provider tersebut. "Harusnya mereka ditindak," katanya.

Dipublikasikan di Harian Bisnis dan Investasi KONTAN, 26 Maret 2007

Read More......

Duit di Sepakbola -2

0 komentar


Share

Danto, BBC.com

Gaji Selangit di Premiership

Gaji dan bonus pemain mencapai Rp 31,5 triliun Naik hampir dua kali lipat
LONDON. Rasanya tak salah jika ada anggapan bahwa Liga Premiership, Inggris, merupakan liga terbaik di dunia. Banyak pemain di liga ini yang mendapatkan gaji tinggi.

Jangan kaget bila dana yang berputar di Premiership mencapai puluhan triliun rupiah. Pada musim mendatang, nilai gaji dan bonus pemain saja mencapai 1,8 miliar pounsterling atau setara dengan Rp 31,5 triliun, pada kurs Rp 17.500 per poun.

Dana sebesar itu didapat dari berbagai saluran, mulai dari iklan, sponsor, hingga hak siar televisi. Dari kontrak televisi saja, musim depan disepakati sebesar 33 juta poun atau Rp 577,5 miliar dalam satu musim untuk jangka waktu tiga tahun.

Hitung-hitungan itu diambil dari publikasi tahunan kantor konsultan Deloitte & Touche LLP. Deloitte secara rutin memonitor bisnis olahraga, termasuk sepakbola.

Dalam laporan yang dirilis resmi Deloitte, Kamis (31/5) kemarin, jumlah 1,8 miliar poun itu adalah hitungan gaji dan bonus dari 20 klub yang berlaga di Premiership musim depan. Jumlah ini naik hampir dua kali lipat dibanding dengan gaji dan bonus musim lalu yang “hanya” sebesar 854 juta poun atau senilai Rp 14,945 triliun.

Chelsea menjadi klub terbesar yang membelanjakan gaji dan bonus. Total 114 juta poun (Rp 1,99 triliun). Sedang empat klub besar lainnya hanya mengucurkan sekitar dari 50 juta poun.

Musim depan, karena jumlahnya ada 20 klub, maka setiap tim rata-rata bakal mengalokasikan dana sekitar Rp 1,575 triliun untuk gaji dan bonus. Dengan asumsi satu klub memiliki 20 pemain, termasuk cadangan, maka setiap pemain rata-rata mengantongi Rp 78,75 miliar dalam satu tahun.

Alan Switzer, Direktur Kelompok Bisnis Olahraga Deloitte, menilai kenaikan gaji itu merupakan imbas dari masuknya pemilik baru ke sejumlah klub. Beberapa pemilik baru itu merupakan konglomerat Amerika Serikat dan Rusia. "Banyak pemilik baru di beberapa klub (Liga Premiership) yang meraih sukses bukan hanya di atas lapangan, tapi juga secara finansial," kata Alan Switzer seperti dikutip BBC. "Uang dalam jumlah besar akan terus mengalir ke saku pemain, dan jumlahnya akan lebih besar dari yang sudah-sudah," ujarnya.

Dengan dana bejibun itu, tak heran bila Liga Premiership Inggris dinyatakan sebagai liga termewah di seluruh dunia. Harap maklum. Itu lantaran pendapatan yang beredar di persepakbolaan Inggris jumlahnya selangit. Jika seluruh kompetisi lokal di Inggris digabung, termasuk Divisi Championship dan liga lainnya, total pemasukannya bertambah menggelembung.

Jumlahnya, jangan melotot, sebesar 8,7 miliar poun (Rp 152,25 triliun) di 2006. Hasil itu membuat mereka menjadi penyumbang dana terbanyak penerimaan pasar sepakbola Eropa, tahun lalu.

Khusus untuk Liga Premiership saja, total pendapatan tahun 2006, mencapai 1,4 miliar poun (Rp 24,5 triliun). Masih terpaut jauh dengan Liga Utama Italia Seri A yang berada di urutan kedua dengan total pendapatan 1 miliar poun (Rp 17,5 triliun), disusul Liga Utama Jerman dan Liga Spanyol, yang masing-masing 0,8 miliar poun (Rp 14 triliun). Berikutnya, Liga Prancis dengan 0,6 miliar poun (Rp 10,5 triliun).

Nah, mari menanti aksi para bintang bergaji selangit itu.

Dipublikasikan di Harian Bisnis dan Investasi KONTAN, 2 Juni 2007

Read More......

Serba-Serbi Olahraga - 3

0 komentar


Share

Danto, Yahoo.sport.com, Reuters

Dilarang Menghukum Pemain Tertawa

NEW YORK. Soal skorsing atau hukuman sementara tak melulu menjadi urusan pemain. Di liga basket NBA, wasit -- bahkan yang berpredikat terbaik pun -- tak luput dari skorsing. Joey Crawford, misalnya. Joey yang pernah mendapat anugerah wasit terbaik itu dilarang memimpin pertandingan hingga akhir musim ini.

Presiden Liga NBA, David Stern, menjatuhkan sanksi ke Crawford Selasa (17/4) kemarin waktu setempat. Wasit papan atas NBA itu dianggap melakukan tindakan tak patut saat memimpin pertandingan San Antonio Spurs lawan Dallas Mavericks, Senin (16/4/2007) lalu.

"Meskipun Joey merupakan salah satu wasit terbaik kami, tapi ia harus mempertanggungjawabkan aksinya di lapangan," kata Stern, "Joey Crawford gagal memenuhi standar profesionalisme dan manajemen pertandingan seperti yang kami harapkan dari wasit-wasit NBA," lanjutnya.

Dalam pertandingan yang berakhir dengan kemenangan Mavericks itu, Crawford dua kali menyatakan kesalahan atau technical foul kepada pemain bintang San Antonio Tim Duncan. Yang membuat Crawford mendapat sanksi adalah ia menjatuhkan technical foul kedua kepada Duncan, saat sang pemain sedang terbahak di bangku cadangan. Duncan masih bingung mencari tahu kesalahannya, saat diusir keluar lapangan. Pemain yang telah sembilan kali ikut NBA All Star itu menilai dirinya telah diperlakukan tidak adil oleh Crawford.

"Joey punya masalah pribadi dengan saya dan saya tak bisa berbuat apa-apa dalam hal ini. Dia melihat ke arah saya dan bilang, 'Kamu menantang berkelahi? Kamu menantang berkelahi?'," kata Duncan, "Saya tak mengatakan apa pun. Saya tak punya masalah dengannya."

Atas sanksi skorsing tersebut, Crawford dipastikan tak akan memimpin pertandingan Liga NBA sepanjang musim ini. Termasuk babak play-off dan putaran final NBA. Padahal, Crawford saat ini tercatat sebagai wasit yang paling banyak memimpin pertandingan.

Selama 29 tahun berkarier di NBA, Crawford telah memimpin lebih dari 2.000 pertandingan reguler, 252 laga play-off, termasuk di antaranya 36 pertandingan final. Selama ini, Crawford memang dikenal sebagai pribadi yang cepat naik darah. Crawford pernah dipanggil menemui Stern, menyusul aksi serupa selama memimpin pertandingan final Wilayah Barat 2003. Saat itu Crawford kehilangan kendali diri pada kuarter pembuka. Ia mengganjar tim Mavericks dengan empat technical foul, termasuk dua pelanggaran untuk Don Nelson, yang kini menjadi pelatih.

Dipublikasikan di Harian Bisnis dan Investasi KONTAN, 19 April 2007

Read More......
Copyright 2009 | Bunga Padang Ilalang Theme by Cah Kangkung | supported by Blogger