Selalu Ada Harapan Esok Pagi

SELAMAT DATANG
DI BLOG KULO

Search

Salam

Sejarah selalu terkendala oleh ruang dan waktu. Masa lalu, bisa ditilik dengan terang benderang di masa kini. Masa depan, hanya diperkirakan tapi tak bisa dipastikan.

Masa lalu, selalu ada distorsi. Sebabnya, tafsir mengambil tempatnya sendiri-sendiri. Karenanya, satu-satunya jalan agar sejarah masa kini tak membelot di masa depan, adalah dengan cara mendokumentasikannya.

Masa kini, di masa depan akan menjadi masa lalu. Dus, rekamlah sejarah yang sedang kau alami sekarang. Sekecil apapun, di masa depan akan sangat berharga. Kita tak pernah tahu, di masa depan yang sekarang kita sebut sebagai kertas atau pulpen, masih disebut sebagai kertas atau pulpen atau tidak. Atau bisa jadi bernama sama, tapi berbeda bentuk.

Mari, sodara-sodara, rekamlah sejarah yang sedang kau jalani.

Salam


Selasa, 01 Maret 2011

"Bisa Bergejolak Karena Minyak"

***
Potret Migas dan Pertambangan 2011*

***

Tahun 2011 akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Indonesia. Selain gejolak harga pangan, gelegak harga minyak juga bakal banyak mempengaruhi perekonomian global dan Indonesia. Sejak November 2010 hingga memasuki 2011, harga si emas hitam terus meroket. Banyak prediksi, harga minyak masih akan terus tinggi di tahun ini.

Dari sisi industri migas dan pertambangan, ini bisa menjadi pendongkrak harga-harga komoditas tambang lain. Sehingga menjadi peluang meraup untung besar bagi pengusaha tambang. Tapi, dari sisi pemerintah, kendati bisa menjadi berkah dengan naiknya pendapatan negara dari sektor minyak, hal itu bisa mengancam menggelembungnya dana subsidi BBM di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Namun, akan sedikit terbantu oleh kebijakan pembatasan BBM subsidi.

***
Kejutan datang di awal tahun ini. Harga minyak mentah di pasar internasional terus mencetak rekor. Mulai menanjak sejak Agustus 2010, harga si emas hitam kian berkobar di awal 2011. Setelah mencapai titik tertinggi pada 3 Desember 2010 lalu dengan menyentuh US$ 89,19 per barrel, rekor-rekor baru tetap tercipta.

Pada perdagangan pembuka tahun ini di New York Mercantile Exchange (Nymex), Senin, 3 Januari 2011, harga minyak untuk pengiriman Februari 2011 sudah mencapai US$ 92,14 per barel. Harga ini naik 0,83 persen dibanding penutupan perdagangan akhir tahun 2010 pada Jumat, 31 Desember 2010, yang sebesar US$ 91,38 per barel. Ini adalah rekor tertinggi dalam 27 bulan terakhir, atau sejak Oktober 2008 silam.

Bahkan, jika dihitung sejak 24 Agustus 2010 lalu, saat masih di level US$ 73,97 per barel, harga minyak pekan pertama Januari 2011 ini sudah melonjak 24,56 persen.

Harga minyak masih berpotensi naik sepanjang tahun ini. Ada beberapa penyebab. Pertama, harapan mulai tumbuhnya perekonomian Amerika Serikat (AS) kian kuat. Indikator ini bisa sedikit tergambar dari mulai meningkatnya tingkat penyerapan tenaga kerja dan menanjaknya angka penjualan rumah di AS yang dirilis pada akhir 2010 lalu. Ekonomi AS yang tumbuh bisa memicu naiknya konsumsi minyak negara tersebut. Imbasnya, permintaan minyak makin tinggi. Sehingga, akan turut mendongkrak harga.

Tanda-tanda kenaikan konsumsi minyak di AS sudah tergambar. Mengutip kantor berita Bloomberg, Departemen Energi AS pada pekan terakhir 2010 melaporkan, konsumsi bahan bakar di AS mencapai 20,7 juta barel per hari. Ini adalah konsumsi tertinggi di AS sejak Mei 2008.

Kedua, harga minyak akan terus terdorong lonjakan harga-harga berbagai komoditas sepanjang tahun ini. Akibat perubahan iklim global, produksi berbagai komoditas akan terganggu. Akibatnya, pasokan terganggu. Walhasil, harga-harga komoditas pun akan terdongkrak. Dampaknya, inflasi pun terkerek. Nah, saat itulah para investor akan menjadikan minyak sebagai aset lindung nilai.

Ketiga, potensi harga minyak dunia terus melesat terimbas langkah pemerintah AS yang akan mengerjakan dua proyek besar, yaitu kereta api cepat dan pengembangan persenjataan militer di tahun ini. Dua proyek tersebut akan turut mendorong naiknya permintaan minyak dunia. Padahal, konsumsi minyak akan terus naik. International Energy Agency memperkirakan, permintaan minyak global untuk 2010 saja meningkat 2,5 juta barel per hari, atau 2,9 persen menjadi 87,4 juta barel per hari dibandingkan dengan 2009.

Keempat, negara-negara pengekspor minyak (OPEC), pada pertemuan mereka di Quito, Ekuador, pekan kedua Desember 2010 lalu, memutuskan untuk mempertahankan tingkat produksi pada level kuota saat ini sebesar 24,845 BOPD. Langkah ini akan menyebabkan harga melambung, sebab di saat permintaan tinggi produksi minyak tetap.

Kelima, selain disebabkan faktor-faktor tersebut, mengutip laporan Tim Harga Minyak Indonesia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk kawasan Asia Pasifik, peningkatan harga minyak mentah juga dipengaruhi oleh berkurangnya kekhawatiran pasar atas melambatnya pertumbuhan ekonomi China. Keyakinan itu terjadi setelah China memutuskan untuk tidak menaikkan tingkat suku bunga yang berlaku.

Gelegak harga minyak dunia ini, ibarat dua sisi mata uang. Bagi pengusaha sektor minyak dan pertambangan, jelas ini berkah. Sebab, lonjakan harga minyak akan turut mendongkrak laba mereka.

Tapi, bagi pemerintah, ini adalah lampu kuning. Sebab, lonjakan harga minyak dunia, akan turut menaikkan patokan harga minyak mentah Indonesia alias Indonesia Crude Price (ICP). Tahun ini, pemerintah mematok ICP US$ 80 per barel. Jika ICP naik, dampaknya panjang, bisa memicu inflasi dan bengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM). Tahun ini subsidi BBM sebesar Rp 95,914 triliun.

Jika inflasi naik, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) juga akan terkerek. Saat ini, sesuai keputusan rapat Dewan Gubernur BI, 5 Januari 2010 lalu, BI Rate masih di level 6,5 persen. Kalau BI Rate naik, maka suku bunga perbankan akan turut meningkat. Dampaknya bisa lebih panjang ke sektor riil. Ke sektor properti, misalnya. Industri ini akan sedikit melesu jika suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) naik.

Pemerintah harus benar-benar serius memperhatikan hal ini. Untuk harga ICP, umpamanya, sudah benar-benar tinggi. Kementerian ESDM mencatat, selama Desember 2010 saja, rata-rata ICP mencapai US$ 91,37 per barel. Angka ini naik US$ 6,30 per barel atau 7,4 persen dibandingkan rata-rata ICP November 2010 sebesar US$ 85,07 per barel. Padahal, patokan ICP dalam APBN Perubahan 2010 sebesar US$ 80 per barel.

Sementara harga minyak nasional (SLC) pada Desember 2010 mencapai US$ 93,81 per barel. Angka ini naik US$ 8,25 per barel atau 9,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 85,56 per barel.
Kepada wartawan, Sekretaris Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Syahrial Loetan menyatakan, pemerintah mengaku sulit berbuat banyak mengatasi lonjakan harga minyak. Alasannya, kenaikan harga minyak lebih banyak akibat faktor eksternal. “Kondisi ini, tidak hanya menarik perhatian Indonesia saja, tapi juga negara-negara lain. Kita tidak bisa mengontrol situasi internasional. Kita hanya berharap kondisi ini tidak berlangsung lama karena bisa deg-degan juga,” ucap Syahrial, Rabu, 5 Januari 2011.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, perubahan iklim dan fluktuasi harga minyak memang akan menjadi tantangan terbesar perekonomian Indonesia pada 2011. "Global climate change (perubahan iklim global) akan berdampak pada masalah food (ketahanan pangan) dan energi," katanya, kepada wartawan akhir Desember lalu.

Ia menyebutkan, pemerintah menempuh sejumlah kebijakan untuk mengantisipasi hal itu. Di bidang energi, pemerintah akan berupaya melakukan diversifikasi energi. Antara lain, seperti mendorong penggunaan gas untuk transportasi. "Penghematan konsumsi BBM juga dilakukan. Jadi selain dari sisi penyediaan, upaya dari sisi permintaan juga dilakukan," katanya. Pemerintah yakin, kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi mulai Maret 2011, bisa sedikit mengerem membengkaknya subsidi BBM jika ICP jauh di atas patokan APBN yang sebesar US$ 80 per barel.

Meski lonjakan harga minyak dunia sudah mendongkrak ICP selama Desember 2010, namun Hatta mengaku masih belum khawatir. Dia menghitung, ICP di APBN 2011 masih aman. Sehingga belum perlu mengubah asumsi ICP di APBN 2011.

Hatta menjelaskan undang-undang APBN memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk dapat menaikan harga apabila ICP naik 10% sepanjang tahun. "Bagaimana mau ngomong soal kenaikan, wong ICP kita dihitung belum mencapai itu," kata Hatta, kepada wartawan, pada kesempatan berbeda, usai rapat koordinasi transportasi di Istana Wakil Presiden, Rabu, 5 Januari 2011.

Menurut Hatta, rata-rata ICP sepanjang tahun 2010 saja hanya US$ 78 per barel. Angka itu masih di bawah patokan ICP di APBN Perubahan 2010 sebesar US$ 80 per barel. Selain itu, harga ICP lebih rendah antara US$ 4 hingga US$ 5 per barel dibandingkan harga minyak mentah dunia.

Apalagi, kata Hatta, saat ini baru memasuki awal tahun 2011, sehingga agak sulit memprediksi harga ICP 2011 bisa melewati target US$ 80 per barel. "Saya katakan, terlalu pagi kita mengasumsikan bahwa harganya itu akan bertengger pada US$ 90 atau US$ 100 per barel," kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Yang jelas, menurut Hatta, pemerintah menyiapkan dana cadangan risiko fiskal jika target ICP dalam APBN 2011 meleset lebih dari US$ 80 per barel. Hatta mengatakan, kenaikan ICP sebesar US$ 1 per barel akan memicu risiko fiskal terhadap kenaikan subsidi mendekati Rp 900 miliar. Menurut data Kementerian Keuangan, dalam APBN 2011 ada dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp 4,2 triliun. Dana itu dipakai untuk mengatisipasi perubahan asumsi makro, termasuk jika asumsi ICP meleset.

Namun, pemerintah tetaplah mesti waspada. Syahrial mengakui, imbas harga minyak dunia ke dalam negeri mulai terlihat dengan kenaikan harga Pertamax yang sulit dikendalikan. Saat ini, harga Pertamax berkisar Rp 7.500 hingga Rp 8.200 per liter. Pemerintah, kata Syahrial, sebetulnya mengaku khawatir lonjakan harga minyak dunia akan cepat mendorong inflasi.

Apalagi, banyak para ekonom memprediksi inflasi tahun ini saja akan mencapai 7 persen. Itu lantaran terkerek pembatasan konsumsi BBM subsidi mulai April nanti. Sepanjang 2010 saja, tanpa ada kebijakan pembatasan BBM subsidi, inflasi mencapai 6,96 persen. Angka itu jauh lebih tinggi ketimbang patokan inflasi di APBN Perubahan 2010 sebesar 5,3 persen.

Tambang Jadi Primadona

Jika pemerintah harus waspada, para pengusaha di sektor minyak dan gas (migas), pertambangan, serta komoditas, lonjakan harga minyak adalah berkah. Maklum, peluang meraup untung bisa makin besar. Selama ini, jika harga minyak naik, maka harga-harga komoditas juga akan meningkat.

Pengamat energi dari Reformer Institute Pri Agung Rakhmanto menyatakan, akibat lonjakan harga minyak, semua harga jenis tambang akan naik di tahun ini. Kenaikan ini tercermin dari sinyal kenaikan harga minyak dunia yang lebih kuat dari 2010. Melentingnya harga minyak bumi membawa efek domino bagi harga komoditas-komoditas tambang lain, seperti batubara, tembaga, emas, hingga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO).

Harga CPO, misalnya, belakangan semakin licin. Di bursa Malaysian Derivative Exchange (MDEX), pada Senin, 13 Desember 2010 harga CPO untuk kontrak bulan Maret 2011 mencapai level harga tertinggi 2010 lalu, yakni US$ 1.165,42 per ton. Bandingkan dengan posisi awal Juli lalu saat harga CPO masih berada di posisi US$ 697,52 per ton.

Namun, yang akan menjadi favorit di tahun ini adalah batubara. "Kalau harga batubara ikut naik, itu sudah biasa," kata Pri Agung, kepada wartawan.

Harga batubara belakangan memang terus menanjak seiring merayapnya harga minyak. Harga tertinggi batubara di bursa ICE Newcastle tercipta pada Senin, 13 Desember 2010 lalu, yakni sebesar US$ 118,80 per ton. Harga batubara terus merambat naik sejak 16 Agustus. Saat itu, harga batubara masih US$ 91,50 per ton.

Wakil Presiden Riset dan Analis Valbury Asia Futures Nico Omer Jonckheere juga sepakat bahwa batubara akan menjadi komoditas pertambangan yang moncer di tahun depan. "Permintaannya kuat sekali," kata Nico, kepada media.

Beruntung bagi Indonesia, kuatnya permintaan ini ini diimbangi dengan pasokan batubara yang melimpah. Apalagi kalau pembangunan infrastruktur penunjang pertambangan batubara, seperti jalur kereta api diperluas, akan membuat kinerja perusahaan tambang batubara semakin kinclong.

Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) memproyeksikan, produksi batubara tahun ini mencapai 340 juta ton. Jumlah ini melonjak 9,7 persen dari proyeksi produksi batubara tahun 2010 sekitar 310 juta ton.
Meski demikian, bukan tidak ada tantangan pengembangan industri batubara tahun ini. Menurut pengamat pertambangan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Rudi Rubiandini, ada beberapa tantangan besar di industri pertambangan batubara.

Antara lain, pertama, penanganan lingkungan. Dia mengakui peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah di sektor pertambangan semakin baik. Namun, terbukanya perizinan pertambangan kecil di tingkat kabupaten berisiko memunculkan isu perusakan lingkungan. "Isu ini akan mulai mengemuka pada pertengahan 2011 hingga 2012 nanti," kata Rudi, kepada wartawan. Untuk mengatasinya, Rudi mengusulkan pemerintah pusat mengatur kewenangan pemerintah kabupaten dalam melepas izin wilayah tambang batubara kecil.
Kedua, masalah perpajakan. Kasus dugaan mafia pajak yang membelit perusahaan batubara menunjukkan masih lemahnya aturan perpajakan. Ini berbeda dengan pertambangan minyak dan gas yang sudah lebih jelas. Meski demikian, Rudi mengakui industri batubara akan cemerlang tahun ini.

Selain batubara, menurut Nico Omer Jonckheere, pertambangan timah dan nikel juga bakal bersinar tahun 2011 ini. Dia memprediksi harga kedua jenis tambang ini akan mencetak rekor pada tahun ini. Dari sisi potensi, pertambangan timah di Tanah Air lebih kecil dari nikel. Tapi, pemilik tambang timah yang besar di dunia saat ini hanya Indonesia dan China.

Yang menjadi masalah, stok timah Indonesia yang berada di daratan tinggal berusia 16 tahun hingga 18 tahun lagi. Setelah itu tak lagi berbekas. Karenanya, tak heran jika perlu upaya gencar pembukaan penambangan timah di laut dalam.

Sedangkan pertambangan nikel, kata Nico, dari sisi pasokan, cadangan nikel di Indonesia masih bisa digali hingga 50 tahun ke depan. Belum lagi pertambangan bauksit yang mulai terlihat berprospek cerah di tahun depan. Saat ini, PT Aneka Tambang sudah mulai melakukan kegiatan di hilir. Jadi, di tahun 2011 ini, masih banyak peluang sekaligus tantangan di sektor migas dan tambang. Tinggal pintar-pintar mengelolanya. ****

0 komentar:

Copyright 2009 | Bunga Padang Ilalang Theme by Cah Kangkung | supported by Blogger