Selalu Ada Harapan Esok Pagi

SELAMAT DATANG
DI BLOG KULO

Search

Salam

Sejarah selalu terkendala oleh ruang dan waktu. Masa lalu, bisa ditilik dengan terang benderang di masa kini. Masa depan, hanya diperkirakan tapi tak bisa dipastikan.

Masa lalu, selalu ada distorsi. Sebabnya, tafsir mengambil tempatnya sendiri-sendiri. Karenanya, satu-satunya jalan agar sejarah masa kini tak membelot di masa depan, adalah dengan cara mendokumentasikannya.

Masa kini, di masa depan akan menjadi masa lalu. Dus, rekamlah sejarah yang sedang kau alami sekarang. Sekecil apapun, di masa depan akan sangat berharga. Kita tak pernah tahu, di masa depan yang sekarang kita sebut sebagai kertas atau pulpen, masih disebut sebagai kertas atau pulpen atau tidak. Atau bisa jadi bernama sama, tapi berbeda bentuk.

Mari, sodara-sodara, rekamlah sejarah yang sedang kau jalani.

Salam


Sabtu, 12 Maret 2011

Minyak Dunia dan BBM Subsidi

Tunda, atau Inflasi Menggila

****
Krisis di Afrika Utara dan Timur Tengah melambungkan harga minyak dunia. Akibatnya, harga si emas hitam terus berkobar di atas US$ 100 per barel sejak awal tahun 2011, bahkan nyaris menyentuh US$ 120 per barel. Pemerintah menyerah: memilih menunda rencana pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Sedianya, pemerintah akan menerapkan opsi pembatasan BBM subsidi mulai April 2011. Pemerintah khawatir, inflasi tahun ini akan jauh di atas asumsi di APBN 2011 yang sebesar 5,3%. Tapi, konsekuensinya, subsidi BBM 2011 bisa bengkak Rp 6 triliun.
****

Kejutan-kejutan hebat terjadi sepanjang dua bulan pertama 2011. Harga minyak mentah di pasar internasional terus mencetak rekor. Setelah beberapa kali memecahkan rekor sepanjang Januari 2011, harga si emas hitam tetap berkobar di bulan Februari 2011. Harga minyak mentah jenis brent di ICE Futures London, pada Kamis, 24 Februari 2011, untuk pengiriman April 2011, tembus US$ 119,79 per barel, nyaris menyentuh US$ 120 per barel. Harga ini tertinggi sejak Agustus 2008. Dalam setengah tahun terakhir, dihitung sejak 24 Agustus 2010 lalu, saat masih di level US$ 73,97 per barel, harga ini sudah melonjak 61,94%.

Sementara minyak mentah ringan (light sweet), juga tembus di atas US$ 100 per barel. Pada perdagangan di New York Mercantile Exchange (Nymex), Kamis, 24 Februari 2011, nilai kontrak pengiriman April 2011, minyak jenis ini diperdagangkan di harga US$ 103,41 per barel, posisi tertinggi sejak 2 Oktober 2008. Level harga itu tercatat meningkat 24% dari posisi tahun lalu.


Harga minyak terus mencelat sejak awal tahun 2011 ini. Pada perdagangan pembuka tahun ini di Nymex, Senin, 3 Januari 2011, harga minyak untuk pengiriman Februari 2011 sudah mencapai US$ 92,14 per barel. Harga ini naik 0,83% dibanding penutupan perdagangan akhir tahun 2010 pada Jumat, 31 Desember 2010, yang sebesar US$ 91,38 per barel. Ini adalah rekor tertinggi dalam 27 bulan terakhir, atau sejak Oktober 2008 silam.

Sejak itu, harga minyak kian menanjak hingga akhir Februari 2011. Pemicu utama membaranya harga minyak dunia belakangan ini akibat krisis di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah. Gejolak hebat di sejumlah negara kawasan itu memanas sepanjang Februari 2011, akibat revolusi kekuasaan di sejumlah negara. Pergantian kekuasaan di Tunisia, merembet ke Mesir, Iran, Aljazair, dan belakangan Libya.

Yang paling terasa pengaruhnya adalah krisis politik di Libya yang pecah memasuki pekan terakhir Februari 2011. Terinspirasi oleh revolusi rakyat di Tunisia dan Mesir, rakyat Libya menuntut Presiden Muammar Khadafy mundur. Pemimpin yang sudah berkuasa 41 tahun itu bergeming, dan memilih melawan rakyatnya sendiri.

Akibat gejolak dahsyat politik dalam negeri yang menewaskan sedikitnya 1.000 orang tersebut, pasokan minyak dunia turut seret. Produksi minyak negeri di ujung utara Benua Afrika tersebut berkurang 400.000 barel dari kapasitas hariannya 1,6 juta barel. Hitung-hitungan itu berdasarkan kalkulasi penghentian produksi oleh sejumlah perusahaan multinasional di negara tersebut.

Tripoli, ibukota Libya, memiliki cadangan minyak mentah terbesar di Benua Afrika, dan ketiga terbesar di dunia. Libya memproduksi 1,6 juta barel minyak per hari, dan merupakan produsen terbesar kesembilan di antara 12 negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Dari produksi hariannya itu, sekitar 1,3 juta barel diekspor, sebagian besar ke Eropa dengan kualitas tinggi. Produksi minyak harian Libya hampir 2% dari pasokan minyak dunia.

Prediksi menyeramkan datang dari bank asal Jepang, Nomura. Dalam catatannya kepada klien, Rabu, 23 Februari 2011, para analis Nomura memprediksi harga minyak bisa tembus di atas US$ 200 per barel. Mereka membandingkan situasi sepanjang Februari hingga awal Maret 2011 dengan keadaan pada Perang Teluk 1990-1991. Saat itu, harga minyak melonjak 130% selama tujuh bulan karena kapasitas produksi negara-negara OPEC dikurangi menjadi 1,8 juta barel.

“Jika Libya dan Aljazair menghentikan produksi, harga minyak bisa melampaui US$ 220 per barel dan kapasitas OPEC akan dikurangi menjadi 2,1 juta barel per hari, mirip dengan level saat Perang Teluk dan ketika harga mencapai US$ 147 per barel pada 2008,” kata pernyataan resmi Nomura, Rabu, 23 Februari 2011, seperti dikutip dari Reuters.

Bisa saja, harga minyak sepanjang tahun ini akan terus bertengger di atas US$ 100 per barel. Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Nobuo Tanaka, pagi-pagi sudah mengingatkan, jika harga minyak terus bertahan di atas US$ 100 per barel sepanjang tahun ini, perekonomian global bisa jatuh kembali ke dalam krisis seperti pada 2008.

Imbas membaranya harga minyak dunia, membuat khawatir sejumlah kalangan di Indonesia. Anggota komisi VII DPR RI Bidang Energi Agus Sulistyono menyatakan, krisis politik di Afrika Utara dan Timur Tengah sangat berpengaruh terhadap kawasan dunia lain, termasuk Indonesia.

“Harga minyak dunia diprediksi akan terus merangkak seiring dengan pergolakan politik di Libya dan negara lainnya di Afrika Utara dan Timur Tengah. Akibatnya, akan berpengaruh pada harga BBM di Indonesia, khususnya BBM subsidi, dan kebutuhan pokok lainnya,” kata Agus, Jumat, 25 Februari 2011. Apabila harga minyak naik, maka harga barang juga akan melonjak. “Ujung-ujungnya inflasi juga akan meningkat,” kata Agus.

Karenanya, Agus meminta pemerintah kembali meninjau ulang rencana pembatasan BBM subsidi yang sedianya mulai April 2011. “Saya khawatir kalau pembatasan subsidi tetap diterapkan, sungguh sangat memberatkan masyarakat karena harganya akan terus naik,” katanya.


Perkembangan Harga BBM, 2005-2009 (dalam rupiah)
Jenis BBM

2005

2006
2007

2008


2009


3 Jan -
28 Feb
1 Mar -30 Sep
1 Okt -
1 Des
1 Jan -
31 Des
1 Jan –
31 Des
1 Jan – 23 Mei
24 Mei-
30 Nov
1 Des – 14 Des
15 Des– 31 Des
1 Jan – 14 Jan
15 Jan - ...
Premium
1.810
2.400
4.500
4.500
4.500
4.500
6.000
5.500
5.000
5.000
4.500
Solar
1.650
2.100
4.300
4.300
4.300
4.300
5.500
5.500
4.800
4.800
4.500
Minyak Tanah
1.800
2.200
2.000
2.000
2.000
2.000
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
Minyak Diesel
1.650
2.300
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Minyak Bakar
1.560
2.160
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral


Gayung bersambut. Pemerintah pun nampaknya sejalan dengan DPR. Akibat harga si emas hitam yang terus menggila, pemerintah Indonesia pun memilih bersikap realistis. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa menyatakan, pemerintah kemungkinan besar akan menunda pelaksanaan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Sedianya, pemerintah berencana menerapkan pembatasan konsumsi BBM subsidi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mulai 1 april 2011.

Pemerintah beralasan, harga minyak dunia akan berimbas pada melonjaknya harga-harga. Pemerintah khawatir itu akan mendorong inflasi di dalam negeri tahun ini makin tinggi.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011, pemerintah mematok inflasi di angka 5,3%. Padahal, para analis ekonomi memprediksi, pelaksanaan pembatasan BBM subsidi mulai April 2011, akan mengakibatkan inflasi sepanjang tahun ini bisa tembus hingga 8% (lihat Geo Energi, edisi Desember 2010). Pemerintah khawatir, jika pembatasan BBM subsidi jadi dilakukan April 2011, inflasi tahun akan tambah tinggi terdorong melambungnya harga minyak dunia.

Alasan lainnya, infrastruktur Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) belum sepenuhnya siap. Menurut catatan PT Pertamina, dari 720 unit SPBU Pertamina di Jabodetabek, baru sebanyak 610 unit SPBU atau 84,72% yang sudah menjual BBM Pertamax, alias masih ada 110 SPBU yang belum siap. Selain itu, pada ujicoba pembatasan BBM subsidi pada 409 angkutan kota (angkot) trayek Senen-Kampung Melayu, Rabu, 23 Februari 2011 lalu, infrastruktur juga belum siap. Misalnya, di SPBU belum ada alat pendeteksi barcode yang berfungsi mencatat konsumsi BBM subsidi per angkot.

Karenanya, pemerintah kemungkinan besar menunda pembatasan BBM subsidi. “Perlu diketahui, pembatasan (BBM subsidi) itu dilakukan dengan asumsi-asumsi suatu kajian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia (UI), juga mengkaji lagi harga ICP (harga patokan minyak dalam negeri) berapa. Melihat perkembangan harga yang begitu tinggi saat ini dan didorong inflasi, serta kesiapan (infrastruktur) Jabotabek dan sebagainya, ada baiknya kita tunda (pembatasan BBM subsidi) itu,” kata Hatta, kepada wartawan, Kamis, 24 Februari 2011.

Hatta menegaskan, pemerintah tidak akan memaksakan program tersebut lantaran gejolak hebat harga minyak dunia belakangan ini. Sampai kapan penundaan dilakukan, Hatta belum bisa memastikannya. “Kita lihat timing yang tepat, juga kita persiapkan betul seluruh masyarakat agar tidak terjadi distorsi pada perekonomian kita,” katanya. Hatta menegaskan, pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM subsidi meski harga minyak bergejolak.

Meski Hatta sudah memberi sinyal akan melakukan penundaan pembatasan BBM subsidi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih tetap menunggu keputusan final hal tersebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Kami masih menunggu keputusan rapat dengan DPR,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) ESDM Evita Legowo, kepada wartawan, Kamis, 24 Februari 2011.

PT Pertamina, operator penyalur BBM subsidi, menyerahkan sepenuhnya urusan pelaksanaan atau penundaan pembatasan BBM subsidi kepada pemerintah. “Itu kebijakan otoritasnya ada di pemerintah, bukan di kami. Jadi, kami serahkan sepenuhnya ke pemerintah,” kata Mochamad Harun, Vice President Corporate Communication Pertamina, Kamis, 17 Februari 2011. Pertamina, kata Harun, hanya bertugas menyiapkan infrastruktur penyalur BBM subsidi. “Seperti sekarang SPBU itu kita sudah tata, kita sudah sosialisasikan ke mereka,” kata Harun.

Yang jelas, kini pemerintah tampaknya kian ketar-ketir. Bagi pemerintah, lonjakan harga minyak dunia dan rencana penundaan kembali pembatasan BBM subsidi, jelas sebuah dilema. Jika penundaan jadi dilakukan, anggaran subsidi BBM di APBN akan membengkak. Jika pembatasan BBM tetap dilakukan, inflasi tahun ini bisa menggila.


Tabel Inflasi Indonesia 2005-2010
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010*
2011*
Inflasi
17,1
6,6
6,59
11,6
2,78
5,3
5,3


Karenanya, meski belum diputuskan bersama dengan DPR, kemungkinan besar pemerintah memang akan menunda pembatasan BBM subsidi. Apalagi, sinyal dukungan penundaan pembatasan BBM subsidi kian santer dari Senayan. Kepada wartawan, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganundito menyatakan, penundaan pembatasan BBM adalah langkah tepat. Sebab, di tengah kecenderungan kenaikan harga minyak dunia, pembatasan BBM subsidi justru mendorong inflasi. Meski demikian, Dito meminta pemerintah supaya tetap menjaga alokasi BBM subsidi yang telah ditetapkan dalam APBN 2011, yakni sebanyak 38,5 juta kiloliter (kl).

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PPP M. Romahurmuzy segendang sepenarian. “Menurut saya penundaan itu hal baik, tapi kebijakan itu harus tetap dilakukan” katanya, kepada pers.

Sinyal penundaan memang sangat kuat. Hal ini yang agaknya membuat Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo, yang semula ngotot ingin pembatasan BBM subsidi dilakukan segera untuk menghemat anggaran negara, belakangan juga mulai melunak. Agus mengakui perkembangan harga minyak dunia saat ini patut diwaspadai. Jika tren harga minyak bertahan di atas US$ 100 per barel, rata-rata realisasi Indonesia Crude Price (ICP) sepanjang 2011 kemungkinan berkisar di level US$ 83 per barel.

“Jika misalnya harga minyak itu di atas US$ 100 per barel, di full year-nya mungkin average-nya sekitar US$ 83 per barel. Makanya kami mesti lihat (perkembangan harga minyak) dalam konteks setahun,” kata Agus. Namun demikian, Agus menegaskan pemerintah belum akan mengubah asumsi makro Indonesia di tahun ini.


Perkembangan Subsidi BBM Jenis Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg 2005-2010
Uraian


Realisasi


2010


2005
2006
2007
2008
2009
APBN
APBN-P
Subsidi BBM Jenis Tertentu dan LPG 3 Kg (Triliun Rupiah)
% terhadap PDB
95,6

3,5
64,2

1,9
83,8

2,1
139,1

2,8
45,0

0,8
68,7

1,1
88,9

1,4
Faktor-Faktor yang mempengaruhi:

ICP Jan-Des (US$ / barel)
Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$)
Volume BBM (Ribu Kiloliter)
Ø  Premium
Ø  Minyak Tanah
Ø  Minyak Solar
Ø  Minyak Diesel
Ø  Minyak bakar
Volume Subsidi LPG (ribu metrik ton)
Alpha (%)
Alpha (Rp / liter)



53,40
9.705
59.747,4
17.734,3
11.355,4
25.530,8
781,4
4.345,5
-
14,10
-


64,26
9.164
37.630,0
16.807,0
9.959,0
10.864,0
-
-
-
14,10
-


72,31
9.140
38.643,0
17.929,0
9.850,0
10.864,0
-
-
21,5
14,10
-


97,02
9.692
39.176,0
19.529,0
7.855,0
11.792,0
-
-
506,4
9,00
-


61,58
10.408
37.724,0
21.120,0
4.569,0
12.035,0
-
-
1.753,9
8 (jan-Jun)
537 (Jul-Des)


65,00
10.000
36.505,0
21.454,1
3.800,0
11.250,9
-
-
2.973,3
-
556


80,00
9.200
36.505,0
21.454,1
3.800,0
11.250,9
-
-
2.973,3
-
556
Sumber: Kementerian Keuangan

Yang terang, konsekuensi dari melambungnya harga minyak dunia dan penundaan pembatasan BBM subsidi, akan berdampak besar ke APBN 2011. Subsidi energi untuk tahun ini yang sebesar Rp 92,79 triliun bakal tambah bengkak. Setiap kenaikan harga minyak US$ 1 per barel di atas asumsi ICP, akan menambah beban subsidi BBM dan listrik sebesar Rp 3,2 triliun. Memang, di saat yang sama, kenaikan harga minyak mentah juga akan meningkatkan penerimaan negara dari hasil penjualan minyak dan gas Rp 2,7 triliun. Namun, jika dihitung total, tetap ada selisih Rp 0,5 triliun yang menambah beban subsidi.

Bagi pemerintah, kondisi ini ibarat buah simalakama. Dilakukan pembatasan BBM subsidi sesuai target pada April 2011 inflasi bisa mencelat, ditunda anggaran subsidi bakal bengkak. Sungguh sebuah pilihan yang sulit!!! ****

0 komentar:

Copyright 2009 | Bunga Padang Ilalang Theme by Cah Kangkung | supported by Blogger